Google
 

05 Februari 2009

[Dokter Umum] Re: Paradoks Fatwa MUI, Haramnya Rokok & Golput [ O O T ]

Setuju dok dengan pendapatnya, menurut saya juga demikian, MUI tidak
perlu ikut-ikut memasuki ranah yang bukan bidangnya...

Salam,
Anita


--- In dokter_umum@yahoogroups.com, Taruna Ikrar <dr_ikrar_mfar@...>
wrote:
>
> Paradoks Fatwa MUI, Haramnya Rokok & Golput
> Â
> Kalau kita memahami arti harfiah Fatwa yang berasal dari bahasa
arab, kata â¬Sfatwa⬝ berarti sebuah keputusan atau nasihat resmi
yang diambil oleh sebuah dewan mufti atau ulama. Dan tentunya
penyelengarannya dalam kehidupan beragama di Indonesia, dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai suatu keputusan tentang
persoalan ijtihadiyah yang terjadi guna dijadikan pegangan
pelaksanaannya dalam beribadah bagi umat Islam.
> Berdasarkan defenisi diatas, maka peran fatwa akan sangat bermakna
jika dikeluarkan oleh institusi yang sangat terhormat dan berwibawa
seperti MUI. Karena dalam konteks hukum Islam, pelaksanaannya
memiliki strata, yaitu mulai dari hukum yang tertinggi adalah hukum
Allah yang dalam implementasinya tergambar dalam kitab suci Al
Quraan, selanjutnya sunnah rasul â¬SHadits⬝, dan jika belum jelas
dari kedua dasar hukum tersebut, maka Ulama sebagai perpanjangan
tangan rasul dewasa ini bisa melakukan ijtihadiyah. Dan buah dari
ijtihad tersebut akan berupa fatwa untuk dijadikan landasan hukum
untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan beragama. Dimana masalah
atau kejadian tersebut mungkin tidak terjadi dizaman rasul. Jadi
fatwa tersebut bisa berupa Haram, Sunnah, Makru, atau Muba. Untuk
selanjutnya akan menjadi tuntunan ummat dalam kehidupan beribadahnya.
> Hal yang paling aktual dewasa ini adalah, dikeluarkannya Fatwa
majelis ulama tentang Haram Hukunya Rokok dan Golput. Tentunya kedua
pokok bahasan diatas akan menjadi menarik, karena pasti akan terjadi
pertentangan dalam masyarakat.
> Untuk hal Haram merokok, ini telah menjadi perdebatan yang sangat
panjang mengenai hukum agamanya. Sebagian ulama berpendapat sejak
dulu, bahwa Merokok Haram hukumnya, karena dilandasi oleh banyak
pertimbangan yaitu: 1). Secara ekonomi orang yang merokok hanya
menghabiskan dan menghambur-hamburkan uang dengan mengisap asap
(Mubasir). 2) Dalam konteks lingkungan akan memperburuk lingkungan
apalagi bagi orang yang merokok didalam ruangan tertutup. 3).
Demikian pula dalam konteks kesehatan dapat menyebabkan penyakit
kanker saluran pernafasan, juga dapat memberikan efek addiksi atau
ketagihan yang berkepanjangan, karena didalam asap rokok terdapat
banyak toksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan, seperti; tar,
carbon tidak jenuh, dsbnya. Apalagi bagi ibu hamil, racun rokok dapat
menyebabkan kekerdilan janin hingga abortus. Demikian pula racun
rokok dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah, berupa
atherosklerosis, hingga penyakit jantung coroner.
> Jadi merokok dalam status agamanya adalah lebih besar mudaratnya
dibanding manfaatnya, namun rokok tidak menyebabkan kehilangan
ingatan atau kesadaran seperti pada minuman keras yang dapat
menyebabkan mabuk. Sedangkan mabuk dalam hukum syariahnya adalah
Haram.
> Dilain sisi bagi sebagian orang yang telah ketagihan, merokok
merupakan suplemen, karena setelah merokok orang tersebut akan merasa
mendapat tenaga tambahan untuk berpikir dan berkerja. Berdasarkan hal
itu, maka sebagian ulama berpendapat bahwa rokok tidak haram, hanya
sampai tingkatan Makru. Yaitu kalau dilaksanakan tidak bedosa, tetapi
kalau tidak dilaksanakan akan berpahala. Jadi dengan melihat aspek
hukum rokok ini, kelihatnnya tidak terlalu mendapat penolakan dalam
masyarakat, apalagi peng-haraman-nya hanya terbatas pada anak-anak
dan ibu hamil.
> Hal yang lebih dramatis adalah keluarnya Fatwa Haram Hukumnya
GOLPUT (Atau tidak menggunakan hak Pilih). Fatwa ini secara hukum
pemilu tentunya bertentangan dengan undang-undang pemilu. Sehingga
akan memunculkan tuduhan bahwa MUI telah memasuki arena politik
praktis. Berdasarkan UU Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Bab IV Pasal 19 sangat nyata dan jelas bahwa memilih
merupakan hak dan bukan kewajiban. Dalam konteks apapun yang namanya
â¬SHak⬝, akan merupakan suatu kebebasan bagi yang mempunyai hak
tersebut untuk meyalurkan aspirasinya. Apakah itu ke partai tertentu,
ataupun tidak menyalurkan aspirasi tersebut. Jika sang pemilik hak
merasa bahwa para kandidat tidak ada yang memenuhi syarat dan amanah.
Tentunya masyarkat berhak untuk tidak menggunakan hak pilihnya.
Disinilah letak makna dan arti demokrasi, dengan demikian masyarkat
akan benar-benar menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani, dan
pikiran jernih, tanpa dilandasi
> perasaan bersalah. Juga menentukan pilihan dilandasi oleh akal
sehat dan keyakinan yang benar, tanpa paksaan dan dokrin.
> Berdasarkan hal ini pula yang memunculkan spekulasi bahwa MUI telah
memasuki rana politik praktis, yang pada akhirnya bisa mendegradasi
wibawa Majelis Ulama yang sangat terpandang selama ini.
> Semoga paradoks ini bisa menjadi salah satu tanggapan demi
pengembangan demokrasi yang lebih dewasa dan bertanggung jawab, serta
memposisikan Majelis Ulama Indonesia pada tempat yang semestinya.
>
>
>
>
>
>
> TARUNA IKRAR, MD., Ph.D
> Postdoctoral Fellowship Division of Inter Discipliner of
Neurosciences,
> UNIVERSITY OF CALIFORNIA, School of Medicine, Med Surg II, Room
364, Ir, 92697, CA, USA
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


------------------------------------

[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: