Google
 

18 Mei 2009

Re: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia

Salam..
Siapapun dia, apabila mengetengahkan suatu hasil penelitian, harus mengetengahkan metodologi dan cara pengambilan sampel yang diteliti-tanpa mengurangi rasa hormat terhadap peneliti tersebut. Tugas pembaca adalah melakukan studi ktitis terhadap publikasi penelitian tersebut.
� Semoga metodologi tersebut dipaparkan dalam buku prof hiromi tersebut (saya belum membacanya).
Pendidikan spesialisasi tidak menghancurkan ilmu kedokteran, karena dalam pendidikan spesialisasi kita dididik berfikir secara menyeluruh, namun bertindak spesialistik. Dalam bahasa sosial disebut think globally, act locally. Semua profesi didunia ini berjalan kearah tersebut, karena zaman menuntut demikian. Perkara ekses negatif dari kegiatan yang terspesialisasi, itu adalah pitfalls. Ibarat pepatah, tak ada gading yang tak retak. Tapi itu semua bukan alasan meninggalkan praktik spesialistik.


--- On Sun, 5/17/09, Satrijo Andojo <bg2700nh@yahoo.co.id> wrote:

From: Satrijo Andojo <bg2700nh@yahoo.co.id>
Subject: Re: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia
To: "Milis dokter umum" <dokter_umum@yahoogroups.com>
Date: Sunday, May 17, 2009, 10:01 AM



Ysh.

Bagaimana dengan susu merk A yg malah berpromosi dengan membantu pencegahan ostroporosis, ?

Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----

From: adira jakti <adira_krn@yahoo. com>

Date: Sat, 16 May 2009 01:00:30

To: <dokter_umum@ yahoogroups. com>

Subject: Re: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia

Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah

tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu

karena sapi, kambing atau kerbau engga bisa minum dari gelas

*maap... asal komen aja nih... soale aku sampe sekarang masih minum susu sapi, wuaduh bgmn nih minum susu kok malah rentan osteoporosis*

--- On Thu, 5/14/09, Wie-2x <pr0t31n_w13@ yahoo.ie> wrote:

From: Wie-2x <pr0t31n_w13@ yahoo.ie>

Subject: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia

To: dokter_umum@ yahoogroups. com

Date: Thursday, May 14, 2009, 11:53 PM

Susu Sapi Bukan untuk Manusia

[catatan Dahlan Iskan, Jawa Pos Edisi 15 Mei 2009]

TIDAK ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu

â€"kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah

tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi

perilaku yang alami seperti itu?

�Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya,� ujar Prof Dr

Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban

Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal,

katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia

seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum

susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia?

Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu

benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak

sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak

bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut

langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh

terpaksa mengeluarkan cadangan �enzim induk� yang seharusnya lebih baik dihemat.

Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang.

Namun, karena enzim induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu,

peminum susu akan lebih mudah terkena osteoporosis.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di

dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di

usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia

sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa

keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia

memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus

mondarmandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian.

Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan

minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang

makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara

lain susu dan daging.

Dia   melihat   alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan

makanan/minuman   yang   �jelek�:   benjol-benjol,   luka-luka,   bisul- bisul,

bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet

gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus.

Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus,

bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan

kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya

kecapean,   juga   sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya,

pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel

radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan,

makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang

menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan

menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya

menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke

perut.

Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa,

keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta kita

menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak

makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti

bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari

seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang

kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak �lomba lari� oleh

mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak

makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu,

katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras

harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di

mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga

kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya,

sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih

dulu.

Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan.

Berarti mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah

makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu,

tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan,

orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan

gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi

�modal� oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di

dalam �lumbung enzim- induk�. Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari

�lumbung�-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari

itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras

lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung

masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing

haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara

selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua

makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan

mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara

terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah

persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan

makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu

sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat

bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang

banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan?

Sayur,   biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang

berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan.

Protein   itu   harus   dibuang.   Membuangnya   pun memerlukan kekuatan yang

ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau

untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya

juga harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan

sungguh- sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit.

Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan

yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus

terjadi karena makanan �jelek� itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau

terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan �pengobatan� seperti itu.

Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan

�pengobatan� alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti

cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya,

banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter

yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung

hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus.

Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang

menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50

persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan

ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan

makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang

dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat

enzim-induk bertambah.

Nah... gan pei!

[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: