emang kl simpen tali pusat secara tradisional gimana ya?
--- In dokter_umum@yahoogroups.com, Wie-2x <pr0t31n_w13@...> wrote:
>
> Berbahagialah orang yang menyimpan Tali Pusat-nya Sewaktu Bayi!!!
>
> Cerita Ibu gua waktu dulu, klo tali pusat kita sewaktu bayi itu bisa kita
> jadikan obat di saat kita sakit. Rendam di segelas air dan minum air tersebut.
>
> Apakah mitos ato emang budaya ratusan tahun lalu itu emang Benar Adanya ??
>
> Klo sekarang kita punya duit banyak saat ini, mungkin bayi-bayi kita bisa kita
> simpan tali pusat di Bank Tali Pusat, klo kaga' ada duit, yah lanjutkan budaya
> leluhur kita yang telah lama ada.
>
> Mungkin Peradaban Sebelum kita Lebih Maju daripada apa yang pernah kita
> bayangkan!
>
> Selamat Membaca :-)
>
> --------------------------------------------------------------------------------
>
> [ Sabtu, 11 Juli 2009 ]
> Mengikuti Proses "Menabung" Tali Pusat Bayi ke Singapura (1)
> Ambil Darah, Dokter Berpacu dengan Ari-Ari Bayi
>
> Belajar dari pengalamannya harus ganti hati, ketika dua hari lalu memperoleh
> cucu kembar, Dahlan Iskan, chairman/CEO Jawa Pos, meminta agar tali pusat
> cucunya itu disimpan. Bukan dengan cara tradisional, melainkan dengan cara baru
> yang lagi banyak dicoba di seluruh dunia: menyimpannya di bank tali pusat di
> Singapura. Berikut laporan mengenai hal itu.
>
> Nur Aini Rosilawati, Surabaya
>
> ---
>
> Yang disimpan itu sebenarnya tidak lagi berupa tali pusat, tapi darah yang
> diambil dari tali pusat. Darah yang sudah dimasukkan dalam kantong plastik
> dengan didesain khusus itulah yang dikirim ke Singapura. Di sana darah tersebut
> dipisah-pisahkan lagi untuk hanya diambil inti selnya.
>
> Inti sel darah tali pusat itulah yang disimpan baik-baik di dalam tabung yang
> dinginnya mencapai 196 derajat celcius di bawah nol. Kelak, siapa tahu, inti sel
> darah itu diperlukan. Yakni, ketika si bayi, setelah besar atau tua kelak,
> terkena penyakit.
>
> Inti sel darah tali pusat tersebut bisa disuntikkan (ditransplantasikan) untuk
> mengatasi penyakitnya itu. Misalnya, kelak si bayi mengalami sakit liver seperti
> kakeknya. Maka, secara teoretis, tidak perlu lagi menjalani transplantasi. Cukup
> diatasi dengan inti sel darah tali pusat tersebut. (Lihat bagian 2 serial
> tulisan ini besok).
>
> Karena itulah, Dahlan mengizinkan wartawan Jawa Pos dan fotografernya ikut masuk
> ke ruang persalinan di RS Surabaya Internasional ketika putrinya, Isna Fitriana,
> melahirkan bayi kembar itu Kamis lalu (9/7). Dengan begitu, mereka bisa melihat
> langsung proses pengambilan darah dari tali pusat tersebut.
>
> Bahkan, wartawan Jawa Pos sudah mendampingi Isna sejak sehari sebelumnya. Sebab,
> untuk mengikuti program penyimpanan darah tali pusat itu, sang ibu harus
> menjalani serangkaian pemeriksaan sejak sehari sebelumnya. Tujuannya, terutama,
> melihat apakah darah sang ibu memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, mengidap
> virus atau penyakit.
>
> Informasi itu diperlukan untuk membandingkan dengan darah dari tali pusat
> bayinya. Lebih khusus lagi, apakah ada virus HIV/AIDS, hepatitis B dan C,
> cytomegalovirus (CMV), dan sifilis. ''Jika hasil pemeriksaan darah ibu tidak
> menunjukkan adanya penyakit tersebut, darah bayi bisa disimpan di bank darah,''
> terang Hidayat, branch representative Surabaya PT Cordlife Indonesia, perusahaan
> penyimpanan inti sel darah tali pusat di Singapura. Artinya, jika darah ibu
> tercemar, bayinya juga mungkin mengidap penyakit tersebut. Dalam kondisi begitu,
> darah dari tali pusat bayi tidak bisa disimpan dalam bank darah.
>
> Hari Kamis lalu itu, pukul 10.00, Isna mulai dibawa ke ruang operasi. Istri
> Martha Dinata itu memang akan melahirkan secara caesar. "Sebenarnya, saya ingin
> melahirkan secara alamiah saja. Tapi, saya sudah tidak kuat bergerak lagi," ujar
> Isna yang kini menjadi pengusaha mandiri itu. "Baru 36 minggu saja sudah seperti
> ini. Bagaimana kalau harus melahirkan pada minggu ke-40," tambahnya sambil terus
> berbaring. Kandungannya memang begitu besar sehingga tiap ke dokter pun dia
> harus pakai kursi roda.
>
> Kemudian, setelah bayi lahir, memang diketahui berat masing-masing bayi mencapai
> 2,6 kg dan 2,7 kg. Dokter yang menangani adalah Prof dr Suhartono DS SpOG KFER,
> dokter spesialis kandungan yang juga konsultan fertilitas endokrin dan
> reproduksi yang juga membantu kelahiran Isna itu 27 tahun lalu.
>
> Pukul 10.30, Isna sudah menjalani pembiusan lokal yang dilakukan oleh dr
> Hardiono SpAnKIC, spesialis anestesi. Terdengar jerit pelan dari mulut Isna
> ketika jarum disuntikkan ke tulang punggungnya. Perawat berusaha memegangi tubuh
> Isna yang diposisikan melengkung, seperti udang, agar tidak bergerak. ''Ditahan
> ya Mbak. Agak sakit,'' kata dr Hardiono.
>
> Sesaat kemudian, Isna mengatakan kakinya sakit, namun tidak bisa digerakkan.
> ''Tidak apa-apa, itu memang efek obatnya,'' lanjut dr Hardiono. Beberapa menit
> kemudian, Isna terlihat sudah mengantuk.
>
> Tidak lebih dari lima belas menit, Prof Suhartono, didampingi dr Hendra Sukma
> Ratsmawan SpOG, masuk ke ruang operasi. Prof Suhartono melakukan insisi
> (pembedahan) melintang sekitar delapan sentimeter pada perut Isna. Dengan
> menggunakan pisau, Prof Suhartono dan dr Hendra membuka perut Isna hingga sampai
> bagian rahim.
>
> Sekitar pukul 11.02, lahirlah bayi pertama berjenis kelamin laki-laki yang
> beratnya 2.600 gram dan panjang 48 sentimeter. Dari situlah proses pengambilan
> darah tali pusat itu dimulai. Ketika dikeluarkan, tentu si bayi masih terikat
> dengan tali pusat yang menghubungkannya dengan plasenta (ari-ari). Prof
> Suhartono lantas menjepit tali pusat itu di dua tempat. Jarak antarjepitan
> sekitar 5 cm.
>
> Selesai menjepit, Prof Suhartono lantas memotong tali pusat agar si bayi bisa
> diserahkan kepada dr Agus Harianto SpA (K), dokter anak yang akan memeriksa
> kondisi sang bayi.
>
> Tidak sulit bagi dr Hendra melakukan itu. Dia mencari vena yang memang mudah
> dilihat karena berwarna biru dari sisa tali pusat yang masih terhubung dengan
> plasenta. Vena itulah yang dia coblos dengan jarum yang sudah terhubung dengan
> kantong plastik.
>
> Ketika dr Hendra mengambil darah tali pusat dan dr Agus merawat bayi yang baru
> diputus tali pusatnya, Prof Suhartono mulai mengambil bayi kedua. Yakni bayi
> wanita yang beratnya 2.700 gram dengan panjang sama: 48 cm. Kepada bayi kedua
> ini, juga dilakukan proses yang sama. Yakni mengambil darah tali pusatnya
> sebanyak kira-kira 100 ml.
>
> Agar darah yang bisa diambil cukup banyak, Prof Suhartono terlebih dulu
> memperbaiki posisi tali pusat agar tidak melintir. Prinsipnya memang
> sebanyak-banyaknya darah yang bisa diambil. Tentu tujuannya agar bisa
> mendapatkan sebanyak-banyaknya inti sel darah tali pusat itu. Kian banyak inti
> sel yang bisa didapat, kian tinggi sukses yang bisa dicapai -seandainya kelak
> inti sel darah itu dipergunakan untuk memperbaiki organ-organ tubuh yang sakit.
> Karena itu, untuk memaksimalkan perolehan darah, Prof Suhartono sampai memijat
> pelan bagian vena hingga seluruh darahnya keluar tuntas.
>
> Prof Suhartono mengatakan, pengambilan darah tali pusat harus dilakukan
> secepatnya. Sebab, ari-ari keluar paling lama empat menit setelah bayinya lahir.
> Nah, bila ari-ari sudah keluar, darah tali pusat akan mengering. ''Jadi,
> berkejaran dengan waktu. Sebelum ari-ari keluar, darah tali pusat sesegera
> mungkin diambil,'' terangnya.
>
> Berapa banyak seharusnya darah tali pusat yang diambil? Prof Suhartono
> mengatakan, tidak ada batasan. ''Pokoknya, sebanyak mungkin. Agar sel inti yang
> disimpan juga tambah banyak,'' katanya. Namun, menurut literatur, darah tali
> pusat yang diambil sebaiknya lebih dari 50 ml. Dengan begitu, darah tersebut
> bisa diproses dengan mesin SEPAX, mesin pemisah sel inti dan bagian darah
> lainnya. Jika kurang dari 50 ml, SEPAX tidak bisa berputar.
>
> Dengan demikian, kurang dari 50 ml pun masih bisa. Tetapi, pemrosesannya harus
> dilakukan secara manual. Dengan pemrosesan secara manual, tingkat keefektifan
> pemisahan sel inti dan bagian darah lainnya hanya 82 persen. Lain halnya bila
> menggunakan mesin SEPAX. Tingkat keefektifannya 96 persen. Ibarat jeruk, diperas
> hingga hanya sarinya.
>
> Darah tali pusat tersebut lantas diberi label, berisi nama ibu dan identitas
> lengkapnya. Kemudian, dimasukkan dalam kantong plastik transparan. Selanjutnya,
> dimasukkan dalam kit yang telah disediakan. ''Darah tersebut akan diterbangkan
> dengan kurir khusus untuk bahan biomedis,'' kata Hidayat.
>
> Karena itu, kotak berisi darah tersebut juga tidak akan melewati x-ray saat
> pemeriksaan di bandara. Paparan x-ray dikhawatirkan akan merusak struktur darah.
> Pihak kurir telah membuat sertifikat khusus mengenai hal tersebut. ''Sebelum 36
> jam sudah harus sampai di bank darah Singapura,'' jelasnya.
>
> Hidayat mengatakan, begitu sampai di Singapura, darah tali pusat akan menjalani
> serangkaian pemeriksaan. Yakni, bakteri, jamur, golongan darah dan rhesusnya,
> serta sel CD34+. Sel CD34+ merupakan bagian penting dalam proliferasi,
> produksi DNA agar menjadi jaringan.
>
> Sama halnya dengan pemeriksaan darah ibu, darah tali pusat juga bebas dari bibit
> penyakit. Hidayat menuturkan, pemeriksaan atas darah tali pusat berlangsung dua
> kali. Sebelum dan sesudah darah tali pusat tersebut diproses. ''Penting untuk
> memastikan darah tidak tercemar,'' ujarnya.
>
> Jika terjadi pencemaran, darah tidak bisa diberi antibiotik. Sebab, antibiotik
> tidak bisa menghilangkan endotoksin, komponen luar dari bakteri gram negatif.
> ''Bakterinya memang terbunuh oleh antibiotik. Namun, endotoksinnya tidak bisa.
> Endotoksin inilah yang bisa menimbulkan komplikasi pada tubuh bila suatu saat
> nanti sel inti darah tali pusat tersebut digunakan,'' lanjutnya.
>
> Dalam kondisi tercemar, darah tali pusat tidak bisa digunakan lagi. Pihak
> Cordlife akan memberi tahu kliennya mengenai hal tersebut. Jika dalam waktu 30
> hari tidak ada surat pemberitahuan dari klien, Cordlife secara otomatis akan
> membuang darah tercemar tersebut.
>
> Kalau dinyatakan tidak tercemar, sel darah lantas diproses untuk diambil sel
> intinya saja. Pemrosesan darah tali pusat menggunakan triple bag. Tiga kantong
> darah dengan ukuran berbeda. Satu kantong besar untuk darah yang belum
> diproses dengan mesin atau manual. Setelah diproses, sel inti darah yang nanti
> disimpan di bank darah langsung mengalir ke kantong lebih kecil. Sisanya,
> bagian darah yang tidak terpakai, masuk ke kantong lain. Pemrosesan dengan
> triple bag itu meminimalkan kontaminasi saat pemisahan sel inti dari bagian
> darah lainnya.
>
> ''Setelah itu, sel inti darah tali pusat bisa langsung disimpan ke bank darah
> dengan suhu minus 196 derajat Celcius,'' jelas Hidayat.
>
> Penyimpanan menggunakan tabung nitrogen. Bila sewaktu-waktu terjadi bencana
> alam, ada kemungkinan gas nitrogen habis. Dalam kondisi begitu, sel darah inti
> masih tetap aman hingga dua minggu. ''Sebelum dua minggu, gas nitrogen harus
> diisi lagi,'' terangnya. (bersambung/kum)
>
> --------------------------------------------------------------------------------
>
> [ Minggu, 12 Juli 2009 ]
> Mengikuti Proses "Menabung" Tali Pusat Bayi ke Singapura (2-Habis)
> Sel Induk Bisa Sembuhkan Leukemia Ganas
>
> Teknologi pengelolaan darah tali pusat (umbilical cord blood) semakin
> berkembang. Dengan demikian, bukan hanya biayanya yang kini menjadi kian murah,
> tetapi juga pemanfaatannya. Di beberapa negara maju, darah bawaan bayi saat
> lahir itu juga bisa disumbangkan untuk orang lain yang DNA-nya tidak sama dengan
> si bayi.
>
> NUR AINI ROSILAWATI, Surabaya
>
> ---
>
> SEBENARNYA, teknologi pengelolaan darah tali pusat sudah ada lebih dari 30 tahun
> lalu. Tetapi, teknologi tersebut baru benar-benar dikembangkan secara luas
> setelah seorang dokter di Amerika Serikat berhasil mentransplantasikan sel induk
> -yang diambil dari darah tali pusat- kepada seorang anak lelaki berumur enam
> tahun yang menderita penyakit kelainan darah. Peristiwa bersejarah itu terjadi
> pada 1988.
>
> Seperti yang disebutkan di bagian pertama tulisan ini kemarin, darah tali pusat
> mengandung sel-sel induk (stem cells), yang bisa meregenerasi diri sendiri.
> Untuk mengambil darah tali pusat dari bayi kembar Ny Isna Fitriana itu, Prof Dr
> dr Suhartono DS SpOG KFER dan dr Hendra Sukma Ratsmawan SpOG bertindak sangat
> hati-hati.
>
> Proses dan timing yang tepat memungkinkan dokter mendapatkan sel induk
> sebanyak-banyaknya dari darah tali pusat. Dari seorang bayi yang baru lahir,
> umumnya dokter hanya mengambil 75-180 ml darah tali pusat.
>
> Semakin banyak sel induk yang diperoleh, berarti semakin banyak manfaat yang
> bisa dilakukan. Kalau tidak banyak, sel induk tidak bisa dimanfaatkan untuk
> transplantasi karena tindakan medis tersebut membutuhkan banyak sel induk.
>
> Tentang pemanfaatan sel induk ini, masih ada beberapa kontroversi. Sampai 2006
> saja, dokter-dokter ahli di Barat masih ada yang menentang penggunaan darah tali
> pusat untuk pemakaian sendiri pada kasus leukemia, pre-leukemia, dan
> penyakit-penyakit bawaan. Alasan mereka, kalau penyakit-penyakit itu sudah
> dibawa si bayi sejak lahir, berarti di sel induknya juga sudah ada
> penyakit-penyakit itu.
>
> Namun, pada musim panas tahun lalu beberapa percobaan membuktikan bahwa anggapan
> di atas tidak berlaku. Buktinya, seorang anak yang menderita penyakit diabetes
> tipe I (bawaan) bisa disembuhkan dengan cara mentransfusikan darah tali pusatnya
> sendiri.
>
> Ada dua bukti lain yang diangkat para ahli untuk menggugurkan pendapat kolega
> mereka pada 2006 itu. Bukti pertama, sembuhnya seorang anak yang menderita
> penyakit cerebral palsy, setelah sel induk dari darah tali pusatnya
> ditransfusikan. Cerebral palsy adalah kelainan motorik yang permanen akibat
> tidak sempurnanya pertumbuhan jaringan otak.
>
> Bukti kedua, disembuhkannya seorang anak yang menderita leukemia (kanker darah),
> juga dengan sel induknya sendiri. Tetapi, ini memang belum bisa dijadikan
> patokan. Sebab, keberhasilan tersebut baru terjadi pada satu kasus itu saja.
>
> Bahwa sel induk dari darah tali pusat bisa digunakan untuk menyembuhkan secara
> total seorang penderita leukemia dari tipe yang ganas, tampaknya, semakin
> dipercaya oleh para ahli. Buktinya, topik itu menjadi bahasan utama dalam
> simposium internasional ke-7 Transplantasi Darah Tali Pusat, di San Fransisco,
> Amerika Serikat, awal Juni lalu.
>
> Ketika para dokter ahli membahas dan meneliti penyakit apa saja yang bisa
> diatasi dengan sel induk dari darah tali pusat, beberapa negara bagian di
> Amerika Serikat sudah mulai mengembangkan program donasi darah tali pusat. Salah
> satunya di New York.
>
> Dengan dibukanya program ini, semua ibu bisa menyumbangkan darah tali pusat
> bayinya untuk orang lain. Caranya dengan memberi tahu bank darah tali pusat
> untuk umum (publik), sebelum kandungannya genap berumur 34 minggu.
>
> Tim dari bank darah tersebut lantas mendatangi si ibu untuk meminta tanda tangan
> persetujuannya dan suaminya, serta mengambil sampel darah si ibu untuk diperiksa
> ''kebersihan" darahnya.
>
> Proses pemeriksaan, pendaftaran, dan pengambilan darahnya sama persis dengan
> yang dialami Ny Isna, putri CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan saat melahirkan anak
> kembar (laki-laki dan perempuan) Kamis lalu (9/7).
>
> Yang membedakan hanya pada biaya dan pemanfaatan darah tali pusat itu. Kalau
> Isna harus membayar sekitar Rp 15 juta per bayi, plus sekitar Rp 1,8 juta untuk
> penyimpanan sel induk darah tali pusat bayinya per tahun, ibu yang menyumbangkan
> darah tali pusat anaknya untuk kepentingan umum itu, gratis.
>
> Mereka tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Risikonya, sel induk darah bayinya
> disimpan tanpa identitas. Kecuali, tentu saja, golongan darah, rhesus, dan
> identitas penting lain dari darah itu.
>
> Karena sudah diserahkan kepada negara, tidak mungkin bagi si ibu maupun bayinya
> untuk suatu saat memanfaatkan darah itu. Kecuali darahnya masih tersimpan di
> situ. Artinya, belum ditransplantasikan ke orang lain atau keburu digunakan
> untuk penelitian. Dan, karena darah itu tidak diberi identitas pemiliknya, yang
> dicocokkan adalah data-data darahnya saja. Jadi, bisa saja, itu bukan miliknya
> sendiri.
>
> Meski di sana sudah ada bank darah tali pusat untuk umum, tidak berarti para ibu
> tidak bisa menyimpan darah tali pusat bayinya untuk kepentingan pribadi? Pasti
> bisa. Tetapi, ya seperti Ny Isna: Harus bayar.
>
> Biaya pengambilan dan pendaftarannya lebih mahal daripada di Singapura dan
> Indonesia. Yakni, sekitar USD 2.000. Jasa pemeliharaan dan penyimpanannya USD
> 125 per tahun. Angka ini merupakan data 2007. Bisa jadi, sekarang sedikit lebih
> mahal dari itu.
>
> Melihat perkembangan teknologi dan semakin banyaknya peneliti yang tertarik pada
> sel induk darah tali pusat ini, bisa dipastikan kelak ada ratusan jenis penyakit
> yang berhasil disembuhkan oleh sel induk dari darah tali pusat. Saat ini
> literatur sudah menyebutkan bahwa ada sekitar 80 jenis penyakit yang bisa
> disembuhkan oleh sel induk dari tali pusat.
>
> Data di bank darah tali pusat untuk publik yang ada di New York atau NYCBBP
> menyebutkan bahwa 20 persen dari 25 ribu darah tali pusat yang disumbangkan ke
> situ telah ditransplantasikan. Sekitar satu persennya lagi digunakan untuk
> riset.
>
> Yang juga perlu diketahui, NYCBBP bukan satu-satunya badan pemerintah di AS yang
> menangani darah tali pusat. Jadi, kalau semua bank sejenis di sana dan di
> negara-negara maju lain melakukan riset, bisa dipastikan dalam beberapa tahun
> mendatang, bisa jadi, transplantasi pun tak lagi menggunakan donor hidup maupun
> cadaver (dari tubuh yang mati batang otaknya).
>
> Transplantasi menggunakan organ dari tubuh lain memiliki potensi rejeksi
> (ditolak) yang cukup besar. Karena itu, semua pasien transplan harus minum obat
> antirejeksi seumur hidup.
>
> Dengan menggunakan sel induk dari darah tali pusat, organ yang rusak itu bisa
> dibangun kembali tanpa memerlukan obat antirejeksi, karena "kontraktornya"
> adalah sel induk dari tubuhnya sendiri.
>
> Kegunaan darah tali pusat ini sebenarnya diketahui masyarakat sejak lebih dari
> 100 tahun lalu. Hanya, cara mereka menyimpan dan memanfaatkannya sulit
> dibenarkan secara ilmiah.
>
> Uniknya, meski teknologi penyimpanan dan penggunaan darah tali pusat sudah
> sedemikian maju, ternyata masih banyak anggota masyarakat yang menyimpan tali
> pusat bayinya dengan cara tradisional. Yakni, dibungkus kain atau disimpan di
> laci.
>
> Cerita dr Sulung Budianto, direktur RS Surabaya Internasional, misalnya. Dia
> menyimpan rapi tali pusat ketiga anaknya di laci lemari sampai sekarang. ''Saya
> kan hanya melakukan pesan orang tua agar tali pusat anak-anak disimpan semua,''
> terangnya. Tali pusat itu disimpan di sebuah plastik kecil, lantas ditaruh dalam
> laci.
>
> Dia lalu bercerita bahwa tali pusat tersebut bisa digunakan sebagai obat ketika
> anak (pemilik tali pusat) sakit. Caranya, tali pusat digerus sedikit, lantas
> direndam dalam air. Airnya diminumkan ke anak yang sakit panas tinggi. Apa tali
> pusat tersebut pernah digunakan? Sulung menggelengkan kepala. ''Ya, tak pernah.
> Sampai sekarang, tali pusatnya tetap kering,'' ungkapnya. (*)
>
> --------------------------------------------------------------------------------
>
> Have a Nice Day!
>
> --
> Cheers,
> Wie
>
> ym : pr0t31n_w13
>
------------------------------------
[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar