Berbahagialah orang yang menyimpan Tali Pusat-nya Sewaktu Bayi!!!
Cerita Ibu gua waktu dulu, klo tali pusat kita sewaktu bayi itu bisa kita
jadikan obat di saat kita sakit. Rendam di segelas air dan minum air tersebut.
Apakah mitos ato emang budaya ratusan tahun lalu itu emang Benar Adanya ??
Klo sekarang kita punya duit banyak saat ini, mungkin bayi-bayi kita bisa kita
simpan tali pusat di Bank Tali Pusat, klo kaga' ada duit, yah lanjutkan budaya
leluhur kita yang telah lama ada.
Mungkin Peradaban Sebelum kita Lebih Maju daripada apa yang pernah kita
bayangkan!
Selamat Membaca :-)
--------------------------------------------------------------------------------
[ Sabtu, 11 Juli 2009 ]
Mengikuti Proses "Menabung" Tali Pusat Bayi ke Singapura (1)
Ambil Darah, Dokter Berpacu dengan Ari-Ari Bayi
Belajar dari pengalamannya harus ganti hati, ketika dua hari lalu memperoleh
cucu kembar, Dahlan Iskan, chairman/CEO Jawa Pos, meminta agar tali pusat
cucunya itu disimpan. Bukan dengan cara tradisional, melainkan dengan cara baru
yang lagi banyak dicoba di seluruh dunia: menyimpannya di bank tali pusat di
Singapura. Berikut laporan mengenai hal itu.
Nur Aini Rosilawati, Surabaya
---
Yang disimpan itu sebenarnya tidak lagi berupa tali pusat, tapi darah yang
diambil dari tali pusat. Darah yang sudah dimasukkan dalam kantong plastik
dengan didesain khusus itulah yang dikirim ke Singapura. Di sana darah tersebut
dipisah-pisahkan lagi untuk hanya diambil inti selnya.
Inti sel darah tali pusat itulah yang disimpan baik-baik di dalam tabung yang
dinginnya mencapai 196 derajat celcius di bawah nol. Kelak, siapa tahu, inti sel
darah itu diperlukan. Yakni, ketika si bayi, setelah besar atau tua kelak,
terkena penyakit.
Inti sel darah tali pusat tersebut bisa disuntikkan (ditransplantasikan) untuk
mengatasi penyakitnya itu. Misalnya, kelak si bayi mengalami sakit liver seperti
kakeknya. Maka, secara teoretis, tidak perlu lagi menjalani transplantasi. Cukup
diatasi dengan inti sel darah tali pusat tersebut. (Lihat bagian 2 serial
tulisan ini besok).
Karena itulah, Dahlan mengizinkan wartawan Jawa Pos dan fotografernya ikut masuk
ke ruang persalinan di RS Surabaya Internasional ketika putrinya, Isna Fitriana,
melahirkan bayi kembar itu Kamis lalu (9/7). Dengan begitu, mereka bisa melihat
langsung proses pengambilan darah dari tali pusat tersebut.
Bahkan, wartawan Jawa Pos sudah mendampingi Isna sejak sehari sebelumnya. Sebab,
untuk mengikuti program penyimpanan darah tali pusat itu, sang ibu harus
menjalani serangkaian pemeriksaan sejak sehari sebelumnya. Tujuannya, terutama,
melihat apakah darah sang ibu memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, mengidap
virus atau penyakit.
Informasi itu diperlukan untuk membandingkan dengan darah dari tali pusat
bayinya. Lebih khusus lagi, apakah ada virus HIV/AIDS, hepatitis B dan C,
cytomegalovirus (CMV), dan sifilis. ''Jika hasil pemeriksaan darah ibu tidak
menunjukkan adanya penyakit tersebut, darah bayi bisa disimpan di bank darah,''
terang Hidayat, branch representative Surabaya PT Cordlife Indonesia, perusahaan
penyimpanan inti sel darah tali pusat di Singapura. Artinya, jika darah ibu
tercemar, bayinya juga mungkin mengidap penyakit tersebut. Dalam kondisi begitu,
darah dari tali pusat bayi tidak bisa disimpan dalam bank darah.
Hari Kamis lalu itu, pukul 10.00, Isna mulai dibawa ke ruang operasi. Istri
Martha Dinata itu memang akan melahirkan secara caesar. "Sebenarnya, saya ingin
melahirkan secara alamiah saja. Tapi, saya sudah tidak kuat bergerak lagi," ujar
Isna yang kini menjadi pengusaha mandiri itu. "Baru 36 minggu saja sudah seperti
ini. Bagaimana kalau harus melahirkan pada minggu ke-40," tambahnya sambil terus
berbaring. Kandungannya memang begitu besar sehingga tiap ke dokter pun dia
harus pakai kursi roda.
Kemudian, setelah bayi lahir, memang diketahui berat masing-masing bayi mencapai
2,6 kg dan 2,7 kg. Dokter yang menangani adalah Prof dr Suhartono DS SpOG KFER,
dokter spesialis kandungan yang juga konsultan fertilitas endokrin dan
reproduksi yang juga membantu kelahiran Isna itu 27 tahun lalu.
Pukul 10.30, Isna sudah menjalani pembiusan lokal yang dilakukan oleh dr
Hardiono SpAnKIC, spesialis anestesi. Terdengar jerit pelan dari mulut Isna
ketika jarum disuntikkan ke tulang punggungnya. Perawat berusaha memegangi tubuh
Isna yang diposisikan melengkung, seperti udang, agar tidak bergerak. ''Ditahan
ya Mbak. Agak sakit,'' kata dr Hardiono.
Sesaat kemudian, Isna mengatakan kakinya sakit, namun tidak bisa digerakkan.
''Tidak apa-apa, itu memang efek obatnya,'' lanjut dr Hardiono. Beberapa menit
kemudian, Isna terlihat sudah mengantuk.
Tidak lebih dari lima belas menit, Prof Suhartono, didampingi dr Hendra Sukma
Ratsmawan SpOG, masuk ke ruang operasi. Prof Suhartono melakukan insisi
(pembedahan) melintang sekitar delapan sentimeter pada perut Isna. Dengan
menggunakan pisau, Prof Suhartono dan dr Hendra membuka perut Isna hingga sampai
bagian rahim.
Sekitar pukul 11.02, lahirlah bayi pertama berjenis kelamin laki-laki yang
beratnya 2.600 gram dan panjang 48 sentimeter. Dari situlah proses pengambilan
darah tali pusat itu dimulai. Ketika dikeluarkan, tentu si bayi masih terikat
dengan tali pusat yang menghubungkannya dengan plasenta (ari-ari). Prof
Suhartono lantas menjepit tali pusat itu di dua tempat. Jarak antarjepitan
sekitar 5 cm.
Selesai menjepit, Prof Suhartono lantas memotong tali pusat agar si bayi bisa
diserahkan kepada dr Agus Harianto SpA (K), dokter anak yang akan memeriksa
kondisi sang bayi.
Tidak sulit bagi dr Hendra melakukan itu. Dia mencari vena yang memang mudah
dilihat karena berwarna biru dari sisa tali pusat yang masih terhubung dengan
plasenta. Vena itulah yang dia coblos dengan jarum yang sudah terhubung dengan
kantong plastik.
Ketika dr Hendra mengambil darah tali pusat dan dr Agus merawat bayi yang baru
diputus tali pusatnya, Prof Suhartono mulai mengambil bayi kedua. Yakni bayi
wanita yang beratnya 2.700 gram dengan panjang sama: 48 cm. Kepada bayi kedua
ini, juga dilakukan proses yang sama. Yakni mengambil darah tali pusatnya
sebanyak kira-kira 100 ml.
Agar darah yang bisa diambil cukup banyak, Prof Suhartono terlebih dulu
memperbaiki posisi tali pusat agar tidak melintir. Prinsipnya memang
sebanyak-banyaknya darah yang bisa diambil. Tentu tujuannya agar bisa
mendapatkan sebanyak-banyaknya inti sel darah tali pusat itu. Kian banyak inti
sel yang bisa didapat, kian tinggi sukses yang bisa dicapai -seandainya kelak
inti sel darah itu dipergunakan untuk memperbaiki organ-organ tubuh yang sakit.
Karena itu, untuk memaksimalkan perolehan darah, Prof Suhartono sampai memijat
pelan bagian vena hingga seluruh darahnya keluar tuntas.
Prof Suhartono mengatakan, pengambilan darah tali pusat harus dilakukan
secepatnya. Sebab, ari-ari keluar paling lama empat menit setelah bayinya lahir.
Nah, bila ari-ari sudah keluar, darah tali pusat akan mengering. ''Jadi,
berkejaran dengan waktu. Sebelum ari-ari keluar, darah tali pusat sesegera
mungkin diambil,'' terangnya.
Berapa banyak seharusnya darah tali pusat yang diambil? Prof Suhartono
mengatakan, tidak ada batasan. ''Pokoknya, sebanyak mungkin. Agar sel inti yang
disimpan juga tambah banyak,'' katanya. Namun, menurut literatur, darah tali
pusat yang diambil sebaiknya lebih dari 50 ml. Dengan begitu, darah tersebut
bisa diproses dengan mesin SEPAX, mesin pemisah sel inti dan bagian darah
lainnya. Jika kurang dari 50 ml, SEPAX tidak bisa berputar.
Dengan demikian, kurang dari 50 ml pun masih bisa. Tetapi, pemrosesannya harus
dilakukan secara manual. Dengan pemrosesan secara manual, tingkat keefektifan
pemisahan sel inti dan bagian darah lainnya hanya 82 persen. Lain halnya bila
menggunakan mesin SEPAX. Tingkat keefektifannya 96 persen. Ibarat jeruk, diperas
hingga hanya sarinya.
Darah tali pusat tersebut lantas diberi label, berisi nama ibu dan identitas
lengkapnya. Kemudian, dimasukkan dalam kantong plastik transparan. Selanjutnya,
dimasukkan dalam kit yang telah disediakan. ''Darah tersebut akan diterbangkan
dengan kurir khusus untuk bahan biomedis,'' kata Hidayat.
Karena itu, kotak berisi darah tersebut juga tidak akan melewati x-ray saat
pemeriksaan di bandara. Paparan x-ray dikhawatirkan akan merusak struktur darah.
Pihak kurir telah membuat sertifikat khusus mengenai hal tersebut. ''Sebelum 36
jam sudah harus sampai di bank darah Singapura,'' jelasnya.
Hidayat mengatakan, begitu sampai di Singapura, darah tali pusat akan menjalani
serangkaian pemeriksaan. Yakni, bakteri, jamur, golongan darah dan rhesusnya,
serta sel CD34+. Sel CD34+ merupakan bagian penting dalam proliferasi,
produksi DNA agar menjadi jaringan.
Sama halnya dengan pemeriksaan darah ibu, darah tali pusat juga bebas dari bibit
penyakit. Hidayat menuturkan, pemeriksaan atas darah tali pusat berlangsung dua
kali. Sebelum dan sesudah darah tali pusat tersebut diproses. ''Penting untuk
memastikan darah tidak tercemar,'' ujarnya.
Jika terjadi pencemaran, darah tidak bisa diberi antibiotik. Sebab, antibiotik
tidak bisa menghilangkan endotoksin, komponen luar dari bakteri gram negatif.
''Bakterinya memang terbunuh oleh antibiotik. Namun, endotoksinnya tidak bisa.
Endotoksin inilah yang bisa menimbulkan komplikasi pada tubuh bila suatu saat
nanti sel inti darah tali pusat tersebut digunakan,'' lanjutnya.
Dalam kondisi tercemar, darah tali pusat tidak bisa digunakan lagi. Pihak
Cordlife akan memberi tahu kliennya mengenai hal tersebut. Jika dalam waktu 30
hari tidak ada surat pemberitahuan dari klien, Cordlife secara otomatis akan
membuang darah tercemar tersebut.
Kalau dinyatakan tidak tercemar, sel darah lantas diproses untuk diambil sel
intinya saja. Pemrosesan darah tali pusat menggunakan triple bag. Tiga kantong
darah dengan ukuran berbeda. Satu kantong besar untuk darah yang belum
diproses dengan mesin atau manual. Setelah diproses, sel inti darah yang nanti
disimpan di bank darah langsung mengalir ke kantong lebih kecil. Sisanya,
bagian darah yang tidak terpakai, masuk ke kantong lain. Pemrosesan dengan
triple bag itu meminimalkan kontaminasi saat pemisahan sel inti dari bagian
darah lainnya.
''Setelah itu, sel inti darah tali pusat bisa langsung disimpan ke bank darah
dengan suhu minus 196 derajat Celcius,'' jelas Hidayat.
Penyimpanan menggunakan tabung nitrogen. Bila sewaktu-waktu terjadi bencana
alam, ada kemungkinan gas nitrogen habis. Dalam kondisi begitu, sel darah inti
masih tetap aman hingga dua minggu. ''Sebelum dua minggu, gas nitrogen harus
diisi lagi,'' terangnya. (bersambung/kum)
--------------------------------------------------------------------------------
[ Minggu, 12 Juli 2009 ]
Mengikuti Proses "Menabung" Tali Pusat Bayi ke Singapura (2-Habis)
Sel Induk Bisa Sembuhkan Leukemia Ganas
Teknologi pengelolaan darah tali pusat (umbilical cord blood) semakin
berkembang. Dengan demikian, bukan hanya biayanya yang kini menjadi kian murah,
tetapi juga pemanfaatannya. Di beberapa negara maju, darah bawaan bayi saat
lahir itu juga bisa disumbangkan untuk orang lain yang DNA-nya tidak sama dengan
si bayi.
NUR AINI ROSILAWATI, Surabaya
---
SEBENARNYA, teknologi pengelolaan darah tali pusat sudah ada lebih dari 30 tahun
lalu. Tetapi, teknologi tersebut baru benar-benar dikembangkan secara luas
setelah seorang dokter di Amerika Serikat berhasil mentransplantasikan sel induk
-yang diambil dari darah tali pusat- kepada seorang anak lelaki berumur enam
tahun yang menderita penyakit kelainan darah. Peristiwa bersejarah itu terjadi
pada 1988.
Seperti yang disebutkan di bagian pertama tulisan ini kemarin, darah tali pusat
mengandung sel-sel induk (stem cells), yang bisa meregenerasi diri sendiri.
Untuk mengambil darah tali pusat dari bayi kembar Ny Isna Fitriana itu, Prof Dr
dr Suhartono DS SpOG KFER dan dr Hendra Sukma Ratsmawan SpOG bertindak sangat
hati-hati.
Proses dan timing yang tepat memungkinkan dokter mendapatkan sel induk
sebanyak-banyaknya dari darah tali pusat. Dari seorang bayi yang baru lahir,
umumnya dokter hanya mengambil 75-180 ml darah tali pusat.
Semakin banyak sel induk yang diperoleh, berarti semakin banyak manfaat yang
bisa dilakukan. Kalau tidak banyak, sel induk tidak bisa dimanfaatkan untuk
transplantasi karena tindakan medis tersebut membutuhkan banyak sel induk.
Tentang pemanfaatan sel induk ini, masih ada beberapa kontroversi. Sampai 2006
saja, dokter-dokter ahli di Barat masih ada yang menentang penggunaan darah tali
pusat untuk pemakaian sendiri pada kasus leukemia, pre-leukemia, dan
penyakit-penyakit bawaan. Alasan mereka, kalau penyakit-penyakit itu sudah
dibawa si bayi sejak lahir, berarti di sel induknya juga sudah ada
penyakit-penyakit itu.
Namun, pada musim panas tahun lalu beberapa percobaan membuktikan bahwa anggapan
di atas tidak berlaku. Buktinya, seorang anak yang menderita penyakit diabetes
tipe I (bawaan) bisa disembuhkan dengan cara mentransfusikan darah tali pusatnya
sendiri.
Ada dua bukti lain yang diangkat para ahli untuk menggugurkan pendapat kolega
mereka pada 2006 itu. Bukti pertama, sembuhnya seorang anak yang menderita
penyakit cerebral palsy, setelah sel induk dari darah tali pusatnya
ditransfusikan. Cerebral palsy adalah kelainan motorik yang permanen akibat
tidak sempurnanya pertumbuhan jaringan otak.
Bukti kedua, disembuhkannya seorang anak yang menderita leukemia (kanker darah),
juga dengan sel induknya sendiri. Tetapi, ini memang belum bisa dijadikan
patokan. Sebab, keberhasilan tersebut baru terjadi pada satu kasus itu saja.
Bahwa sel induk dari darah tali pusat bisa digunakan untuk menyembuhkan secara
total seorang penderita leukemia dari tipe yang ganas, tampaknya, semakin
dipercaya oleh para ahli. Buktinya, topik itu menjadi bahasan utama dalam
simposium internasional ke-7 Transplantasi Darah Tali Pusat, di San Fransisco,
Amerika Serikat, awal Juni lalu.
Ketika para dokter ahli membahas dan meneliti penyakit apa saja yang bisa
diatasi dengan sel induk dari darah tali pusat, beberapa negara bagian di
Amerika Serikat sudah mulai mengembangkan program donasi darah tali pusat. Salah
satunya di New York.
Dengan dibukanya program ini, semua ibu bisa menyumbangkan darah tali pusat
bayinya untuk orang lain. Caranya dengan memberi tahu bank darah tali pusat
untuk umum (publik), sebelum kandungannya genap berumur 34 minggu.
Tim dari bank darah tersebut lantas mendatangi si ibu untuk meminta tanda tangan
persetujuannya dan suaminya, serta mengambil sampel darah si ibu untuk diperiksa
''kebersihan" darahnya.
Proses pemeriksaan, pendaftaran, dan pengambilan darahnya sama persis dengan
yang dialami Ny Isna, putri CEO Jawa Pos Group Dahlan Iskan saat melahirkan anak
kembar (laki-laki dan perempuan) Kamis lalu (9/7).
Yang membedakan hanya pada biaya dan pemanfaatan darah tali pusat itu. Kalau
Isna harus membayar sekitar Rp 15 juta per bayi, plus sekitar Rp 1,8 juta untuk
penyimpanan sel induk darah tali pusat bayinya per tahun, ibu yang menyumbangkan
darah tali pusat anaknya untuk kepentingan umum itu, gratis.
Mereka tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Risikonya, sel induk darah bayinya
disimpan tanpa identitas. Kecuali, tentu saja, golongan darah, rhesus, dan
identitas penting lain dari darah itu.
Karena sudah diserahkan kepada negara, tidak mungkin bagi si ibu maupun bayinya
untuk suatu saat memanfaatkan darah itu. Kecuali darahnya masih tersimpan di
situ. Artinya, belum ditransplantasikan ke orang lain atau keburu digunakan
untuk penelitian. Dan, karena darah itu tidak diberi identitas pemiliknya, yang
dicocokkan adalah data-data darahnya saja. Jadi, bisa saja, itu bukan miliknya
sendiri.
Meski di sana sudah ada bank darah tali pusat untuk umum, tidak berarti para ibu
tidak bisa menyimpan darah tali pusat bayinya untuk kepentingan pribadi? Pasti
bisa. Tetapi, ya seperti Ny Isna: Harus bayar.
Biaya pengambilan dan pendaftarannya lebih mahal daripada di Singapura dan
Indonesia. Yakni, sekitar USD 2.000. Jasa pemeliharaan dan penyimpanannya USD
125 per tahun. Angka ini merupakan data 2007. Bisa jadi, sekarang sedikit lebih
mahal dari itu.
Melihat perkembangan teknologi dan semakin banyaknya peneliti yang tertarik pada
sel induk darah tali pusat ini, bisa dipastikan kelak ada ratusan jenis penyakit
yang berhasil disembuhkan oleh sel induk dari darah tali pusat. Saat ini
literatur sudah menyebutkan bahwa ada sekitar 80 jenis penyakit yang bisa
disembuhkan oleh sel induk dari tali pusat.
Data di bank darah tali pusat untuk publik yang ada di New York atau NYCBBP
menyebutkan bahwa 20 persen dari 25 ribu darah tali pusat yang disumbangkan ke
situ telah ditransplantasikan. Sekitar satu persennya lagi digunakan untuk
riset.
Yang juga perlu diketahui, NYCBBP bukan satu-satunya badan pemerintah di AS yang
menangani darah tali pusat. Jadi, kalau semua bank sejenis di sana dan di
negara-negara maju lain melakukan riset, bisa dipastikan dalam beberapa tahun
mendatang, bisa jadi, transplantasi pun tak lagi menggunakan donor hidup maupun
cadaver (dari tubuh yang mati batang otaknya).
Transplantasi menggunakan organ dari tubuh lain memiliki potensi rejeksi
(ditolak) yang cukup besar. Karena itu, semua pasien transplan harus minum obat
antirejeksi seumur hidup.
Dengan menggunakan sel induk dari darah tali pusat, organ yang rusak itu bisa
dibangun kembali tanpa memerlukan obat antirejeksi, karena "kontraktornya"
adalah sel induk dari tubuhnya sendiri.
Kegunaan darah tali pusat ini sebenarnya diketahui masyarakat sejak lebih dari
100 tahun lalu. Hanya, cara mereka menyimpan dan memanfaatkannya sulit
dibenarkan secara ilmiah.
Uniknya, meski teknologi penyimpanan dan penggunaan darah tali pusat sudah
sedemikian maju, ternyata masih banyak anggota masyarakat yang menyimpan tali
pusat bayinya dengan cara tradisional. Yakni, dibungkus kain atau disimpan di
laci.
Cerita dr Sulung Budianto, direktur RS Surabaya Internasional, misalnya. Dia
menyimpan rapi tali pusat ketiga anaknya di laci lemari sampai sekarang. ''Saya
kan hanya melakukan pesan orang tua agar tali pusat anak-anak disimpan semua,''
terangnya. Tali pusat itu disimpan di sebuah plastik kecil, lantas ditaruh dalam
laci.
Dia lalu bercerita bahwa tali pusat tersebut bisa digunakan sebagai obat ketika
anak (pemilik tali pusat) sakit. Caranya, tali pusat digerus sedikit, lantas
direndam dalam air. Airnya diminumkan ke anak yang sakit panas tinggi. Apa tali
pusat tersebut pernah digunakan? Sulung menggelengkan kepala. ''Ya, tak pernah.
Sampai sekarang, tali pusatnya tetap kering,'' ungkapnya. (*)
--------------------------------------------------------------------------------
Have a Nice Day!
--
Cheers,
Wie
ym : pr0t31n_w13
------------------------------------
[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar