Google
 

22 November 2009

[Dokter Umum] UU Kesehatan Terkait dengan Pemberian ASI Secara Eksklusif

 

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapatkan klien seorang ibu menyusui
dengan usia bayi 3 bulan yang mengeluhkan kualitas ASInya. Menurut
pengakuan sang ibu, DSA yang ditemui menyatakan bahwa ASInya kurang
berkualitas ditandai dengan BB bayi yang tidak mengalami kenaikan
sebanyak 1 kg per bulannya.

Menurut DSA tersebut pula, bahwa ASI ibu kurang berkualitas dikarenakan
ibu mengkonsumsi ikan laut, susu, dan kacang2an. Kemudian ibu
dianjurkan untuk memberikan bantuan makanan selain dari ASI, yaitu
berupa susu formula untuk mambantu meningkatkan BB bayi dan memenuhi
kebutuhan gizi bayinya yang tidak terpenuhi oleh ASI.

Dari pembicaraan lebih lanjut, ternyata setiap kali ibu mengkonsumsi
makanan tersebut tidak ada tanda/reaksi alergi dari sang bayi. Walaupun
kenaikan BB tidak sebanyak 1 kg, namun bayi tetap sehat dan aktif. Hal
yang paling saya syukuri adalah ibu memilih untuk tetap memberikan ASI
Eksklusif bagi bayinya serta mengindahkan anjuran DSA tersebut.

Sebuah pengakuan dari klien yang lain adalah seorang ibu yang
melahirkan di sebuah rumah sakit di wilayah Bekasi. Menurut kabar dari
masyarakat, rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Sayang Ibu dan
Anak.

Namun yang terjadi adalah tanpa sepengetahuan ibunya, bayi diberikan
susu formula. Hal ini diketahui saat ibu menginterogasi bidan yang
bertugas. Ibu merasa curiga karena hampir 24 jam bayi tidak
dipertemukan dengan ibunya, atau dengan kata lain tidak dilakukan rawat
gabung ("rooming in").

Masih banyak lagi cerita lain yang begitu menyesakkan dada terutama
bagi diri saya pribadi mengenai minimnya dukungan yang terkait dengan
Pemberian Air Susu Ibu Secara Eksklusif. Bahkan beberapa kasus yang
ditemui adalah berbagai upaya dan alasan yang diberikan oleh para
tenaga kesehatan untuk mendorong orang tua memberikan susu formula bagi
buah hatinya sebagai makanan pengganti selain ASI.

Mungkin beberapa kali pernyataan yang saya keluarkan begitu tajam dan
pedas. Bahkan sampai membuat seorang DSA dan Konsultan Laktasi pun
menegur kalimat-kalimat saya.

Untuk hal ini saya mengucapkan terima kasih atas masukan yang
diberikan, bagi saya sebuah kritik adalah berfungsi untuk meningkatkan
kualitas diri demi masa depan yang lebih baik.

Berkenaan dengan Pemberian Air Susu Ibu secara Eksklusif, akhirnya pada
bulan September 2009 yang lalu telah disahkan Undang-undang Kesehatan
oleh DPR RI. UU Kesehatan ini diantaranya memuat beberapa pasal terkait
pemberian Air Susu Ibu, dan pada pasal 200 merupakan pasal pidana.
Pasal pidana pada UU Kesehatan ini baru dapat digunakan setelah 1 tahun
dilakukan pengesahan oleh MPR/DPR RI.

Hal tersebut berkenaan dengan upaya sosialisasi ke seluruh pelosok wilayah negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu, mari kita baca dan pahami ayat demi ayat yang terkait
dengan Pemberian Air Susu Ibu dan sebarkan pada saudara, keluarga,
tenaga kesehatan yang anda temui sehingga setiap anak akan mendapatkan
haknya akan Air Susu ibu.

Tiada makanan lain yang sebaik Air Susu Ibu bagi Anak-anak Kita, Demi Masa Depan Anak Bangsa yang Lebih Baik dan Cerdas.

Undang-undang Kesehatan yang terkait dengan Pemberian Air Susu Ibu adalah sebagai berikut :

Pasal 128

[1] Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.

[2] Selama pemberian Air Susu ibu, pihak keluarga, pemerintah
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.

[3] Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat [2] diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

Pasal 129

[1] Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka
menjamin hak bayi untuk mendapatkan Air Susu Ibu Secara Eksklusif.

[2] Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat [1] diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 200

Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi Program Pemberian Air Susu
Ibu Secara Eksklusif dimaksud dalam pasal 128 ayat [2] dipidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).

Ada beberapa hal yang harus dikiritisi terutama pasal 128 ayat 1, bahwa
pemberian makanan selain dari ASI (susu formula) dapat diberikan dengan
berdasarkan indikasi medis.

Hal ini harus berhati-hati dalam menyikapinya. Telah banyak jurnal atau
ulasan mengenai tidak ada satu celah pun bagi sebuah susu formula dapat
menggantikan ASI yang begitu luar biasa.(Perihal fakta mengenai susu
formula dapat dibaca lebih lanjut di www.selasi.net)

Sehingga pada kasus2 dimana bayi mengalami kesulitan untuk menyusui
secara langsung seperti prematur, maka sebaiknya diupayakan pemberian
ASI melalui penggunaan "naso gastric tube/gastric tube". Dan jika ASI
sang ibu belum mencukupi secara kuantitas, maka sangat dianjurkan untuk
mengupayakan donor ASI. (Perihal donor ASI dapat dibaca lebih lanjut di
www.aimi-asi.org)

Informasi tambahan lain yang saya dapatkan dari Amanda Tasya, Ketua
Divisi Hukum AIMI bahwa " UU Kesehatan ini sedang berada di SETNEG
untuk di tanda tangani oleh Presiden. Setelah itu akan diberi nomor dan
diundangkan di lembaran negara".

Dengan adanya UU Kesehatan ini, diharapkan perlindungan bagi Anak
Indonesia sebagai Generasi Masa Depan Bangsa yang Cerdas dan
Berkualitas bagi secara fisik maupun jiwa akan dapat terwujud. Selain
itu, pemberian ASI Eksklusif serta dilanjutkan sampai 2 tahun dapat
membantu menurunkan angka kematian ibu dan kematian balita di Indonesia.

Salam ASI,
dr Henny H. Zainal, CHt
Konselor Laktasi
dr.henny.zainal@aimi-asi.org
02199532800

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: