Selamat Pagi, Dr(Naturopathy). Ir. Donny Hosea, MB. PhD
Nama saya Mustari
pekerjaan saya PNS, tepatnya sebagai dosen di salah satu PTN di
e-mail saya: muswae@yahoo.co.id
HP saya: 081392248813
Saya ingin berbagi pengalaman tentang penyakit yang saya derita sejak tahun 2005 yang lalu. Penyakii itu adalah yang paling banyak menimpa masyarakat kita, namun tidak disadari. Itulah penyakit DM (Diabetes Meletus). Saya mulai dengan gejala-gejalanya: Cepat lelah, pandangan kabur, ngantuk (terutama ketika mengendarai motor). Tidak jarang saya mampir tidur di masjid yang saya temui di perjalanan. Cepat lapar, dan selalu haus. Inginnya minum air teh manis yang kentel. Jika malam, sering buang air kecil, kadang-kadang sampai 5 kali dalam semalam. Berat badan saya menyusut dari 70 kg menjadi 50 kg. Yang saya syukuri, saya tetap bisa
berhubungan seks dengan isteri tercinta. Dan kedua, saya tidak pernah mengalami luka sehingga saya tidak khawatir akan diamputasi.
Karena semua gejala-gejala itu, saya dianjurkan oleh seorang teman agar periksa ke dokter. Saya kemudian memeriksakan diri ke salah RSU ternama di kota saya. Saya terhenyak ketika mengetahui kadar gula puasa saya mencapai 400-an (saya lupa pastinya). Serasa kiamat dunia saya ketika dokter dengan nada bergurau memvonis saya: "Mulai detik ini, stratistik penderita DM di Indonesia bertambah". Saya senyum kecut mendengarnya. Saya lalu bertanya, apakah DM dapat disembuhkan? Menurut dokter tidak dapat disembuhkan. Lalu apa yang harus saya lakukan? Kata dokter, "Bersahabatlah dengan DM seumur hidup dengan mengontrol gula darah sebulan sekali, diet, dan olah raga. Saya pun patuh, namun sungguh tidak nyaman bersahabat dengan DM. Makan ditakar (tidak pernah bisa kenyang), jenisnya ditentukan. Karena obat-obat yang diberikan hanya berfungsi menurunkan gula darah, maka yang sering saya alami adalah drop (gula darah turun di ambang batas). Jika ini terjadi, badan
berkeringat dan menggigil. Kata dokter segera emut permen. Tetapi bagi saya tida cukup karena gemetaran, maka yang saya lakukan adalah mampir di warung untuk minum segelas teh manis dan sepiring nasi. Belum lagi ngantuk dan lalah yang tidak pernah mau beranjak.
Suatu waktu, aku
bertanya kepada dokter, "Apakah obat-obat yang diberikan itu tidak berdampak buruk pada organ-organ tubuh yang lain?
Jawaban yang kuperoleh malah membuatku makin takut karena justru jika
aku berhenti minum obat yang diresepkan dokter, maka akan terjadi
komplikasi: jantung, ginjal, lever, mata buta, impoten, dll.
Enam bulan kemudian, dokter menganjurkan saya periksa ginjal. Apa hubungannya ginjal dengan DM? Dokter tidak memberikan jawaban tegas. Dia hanya mengatakan, dikhawatirkan telah terjadi komplikasi. Mak, Jang! Untung setelah periksa, ginjalku masih bagus.
Aku lalu berfikir, lama-lama pasti aku kena ginjal akibat mengkonsumsi obat-obat yang diresepkan dokter itu. "Mundur kena-maju kena. Berobat kena ginjal, tidak berobat juga kena ginjal. Tetapi aku putuskan, sejak itu, aku hentikan berobat ke dokter dan kembali kepada Kitab Suci di mana Tuhan berfirman, "Semua penyakit itu ada obatnya kecuali mati." Tetapi mengapa dunia kedokteran selalu mengatakan DM dan beberapa penyakit lain tidak ada obatnya?
Aku mulai mencari pengobatan alternatif. Dari pijit refleksi, jamu, herbal, sampai tusuk jarum. Tetapi tidak ada yang memuaskan. Waktu terus berlalu sementara penyakit DMku semakin parah.
(bersambung)
--- Pada Sen, 31/5/10, Dr(Naturopathy). Ir. Donny Hosea MBA. PhD <puyuh23@indo.net.id> menulis:
[Non-text portions of this message have been removed]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar