Jumat, 11 Nopember 2011, putra ke2 saya divonis segera operasi.
Diagnosa final dari tim dokter Poli Bedah Plastik salah satu RS
pemerintah di Semarang, pertama-Penyumbatan Aliran Vena menuju jantung
dg titik sumbat di selangkangan kaki kanan. Kedua-limfoma
burkitt(tumor), dg lokasi di perut bawah kanan.
Tujuan utama tindakan operasi:
1. Membuka titik sumbat aliran vena diselangkangan kanan.
2. Mengambil jaringan disekitar tumor utk membuktikan apakah jinak atau ganas.
Sampai hari ini, saya masih belum menyetujui tindakan operasi, karena
masih sedang ikhtiar mencari 2nd opini. Terutama utk penegakan
diagnosa tumornya. Utk diagnosa penyumbatannya sendiri, kami sbg
orangtua, sudah observe bahwa asimetris ekstremitas tungkai kanan
terhadap tungkai kiri terlihat sejak putra kami berumur 2 bulan.
Alasan terbesar kami baru 'serius' melakukan kontrol dan follow up
terus menerus 'baru' di Agustus 2011, karna semua sisi tumbuh kembang
putra kami normal sesuai umurnya. State normal ini jg dikeluarkan oleh
poli tumbuh kembang RS yg sama, saat paling awal kami masuk dan
kontrol di RS ini. Sebelum2nya, kami hanya kontrol ke puskesmas
terdekat.
dari artikel dilink
ini:www.majalah-farmacia.no374:
Sistem Kekebalan Tubuh Itu Justru Mengganas
RACIKAN UTAMA - Edisi Desember 2006 (Vol.6 No.5)
Rituximab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel tumor sehingga efek toksisistasnya kecil.
Kombinasi rituximab dengan CHOP memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja.
Masih ingat dengan Gito Rollies � pemilik suara parau berpredikat mantan penyanyi rock di belantika musik Indonesia? Kali ini bukan kiprah menyanyinya yang heboh diberitakan, namun penyakit yang dideritanya bukan sembarang penyakit. Kanker kelenjar getah bening! Karenanya, penyanyi dengan nama asli Bangun Sugito ini rela bolak-balik berobat ke negeri tetangga, Singapura.
Gito merupakan satu dari sekian banyak penderita kanker ini. Situs Badan Koordinasi dan Kerjasama Hematologi Onkologi Medik se-Indonesia (BAKORNAS HOMPEDIN) menyatakan, insiden limfoma lebih tinggi dari leukemia dan menduduki peringkat ketiga kanker yang tumbuh paling cepat setelah melanoma dan paru.
Limfoma (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum (maligna = ganas). Ironisnya, pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem kekebalan tubuh. Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH), yang diderita sang rocker, dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg.
Sifat LNH lebih agresif dan jumlah penderitanya lebih banyak dibandingkan PH bahkan terus meningkat setiap tahun seiring semakin banyaknya kasus HIV. Oleh karena itu, dalam edisi ini Farmacia lebih khusus membahas LNH.
Insiden Meroket!
The American Cancer Society memperkirakan terdapat 53.600 kasus baru setiap tahun dan 23.800 di antaranya meninggal dunia akibat LNH pada tahun 1997. Di Indonesia, menurut Prof Dr dr Arry Haryanto SpPD KHOM, LNH menduduki peringat ke-6 kanker terbanyak.
LNH lebih sering diderita pada usia lanjut dengan usia pertengahan (median) 50 tahun. Laki-laki lebih sering menderita LNH daripada perempuan dengan rasio 2:1. Insidennya meroket tiap tahun sekitar 3-4% dan 4 kali lebih banyak daripada PH. Jenis LNH yang paling sering diderita pada anak-anak adalah limfoma Burkitt sedangkan pada dewasa muda adalah limfoma limfoblastik keganasan tinggi.
Penyebab
Sebagian besar kasus LNH tidak diketahui penyebabnya. Akan tetapi, prevalensinya meningkat pada penderita PH yang diterapi kemoradiasi, pasien imunodefisiensi yang disebabkan virus Epstein-Barr, pasien immunodefisiensi herediter contoh ataksia teleangiektasia, Chediak-Steinbruck-Higashi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Sj�rgen, dan tiroiditis Hashimoto serta virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV).
Selain itu, kelainan genetik dituding ikut berperan. Sebagai contoh, translokasi 8;14 pada limfoma Burkitt. Pada translokasi itu onkogen c-myc pada kromosom 8 terikat dengan lokus rantai berat immunoglobulin pada kromosom 14. Contoh lain adalah translokasi 14;18 dimana onkogen bcl-2 pada kromosom 18 berdekatan/berjajaran dengan lokus rantai berat immunoglobulin pada kromosom 14.
Beda Dengan Penyakit Hodgkin
Lebih dari 60% pasien LNH akan mengalami limfadenopati � pembesaran kelenjar getah bening (KGB) � yang biasanya disertai tanda-tanda sistemik seperti demam, berat badan menurun lebih dari 10 kg dalam 6 bulan terakhir, serta keringat di malam hari. Keterlibatan cincin Waldeyer, KGB epitroklear dan mesenterika lebih mengarah kepada LNH daripada PH. Sekitar 20% pasien mengalami adenopati mediastinum disertai batuk dan rasa berat di dada. Bila limfoadenopati terjadi masif, dapat dijumpai gejala sindom obstruksi vena kava superior. Sindrom tersebut sering ditemukan pada LNH jenis sel besar difus.
Konsistensi KGB pada LNH keras, berbatas tegas dan mempunyai ekstrakapsul. Keterlibatan limpa, hati, dan sumsum tulang ditemukan pada 50% LNH keganasan rendah yang mengakibatkan pasien mengalami anemia, trombositopenia dan leukopenia (pansitopeni). Manifestasi ekstralimfatik seperti pada otak, paru, lambung, usus halus, tulang, dan testis sering dijumpai pada LNH keganasan tinggi [Tabel 1].
Tabel 1. Perbedaan Gejala Klinis antara LNH dan PH
LNH PH
===================================================================
Pola KGB yang terlibat Sentrifugal; Sentripetal;
KGB yang terlibat KGB yang terlibat
lebih luas setempat-setempat
(terlokalisasi);
KGB aksila adalah
yang paling sering
terkena
=================================================================
Sifat KGB Keras dan berbatas tegas Kenyal
==================================================================
Cincin Waldeyer,
KGB epitroklear,
traktus gastrointes
tinal dan testis + -
==================================================================
KGB Abdomen + - ; kecuali
pada penderita
PH jenis sel B
dan usia lanjut
===================================================================
KGB mediastinum <20% pasien > 50% pasien
===================================================================
Sumsum tulang + -
==================================================================
Hati + ; terutama pada -
tipe limfoma folikuler
==================================================================
Diagnosis
Masih dari situs yang sama, dr Djumhana Atmakusuma SpPD KHOM menegaskan bahwa mengenali gejala saja tidak dapat langsung menegakkan diagnosis LNH. Banyak gejala LNH yang juga ditemukan pada penyakit lain. Pembesaran kelenjar getah bening, misalnya, dapat ditemukan pada tuberkulosis limfe atau merupakan salah satu bentuk perlawanan tubuh terhadap infeksi virus. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang seperti radiologi, histologi, analisis imunologi dan molekuler perlu dilakukan.
Pada foto dada postero-anterior dan lateral dapat ditemukan tanda-tanda adenopati daerah hilus atau mediastinum, efusi pleura atau perikardial, dan keterlibatan parenkim paru. CT-Scan abdomen, pelvis, dada dan leher dapat dijumpai tanda pembesaran KGB, hati dan limpa (hepatosplenomegali), atau kesan filling defect pada hati dan limpa.
Pemeriksaan bone scan, gallium scan, dan MRI dilakukan pada indikasi-indikasi tertentu. Bone scan, misalnya, dilakukan bila pasien mengeluh nyeri tulang atau didapatkan peningkatan kadar alkalin fosfatase. Gallium scan digunakan untuk mendeteksi awal penyakit, tanda kekambuhan, dan menilai respon pengobatan. Sementara MRI otak dan saraf tulang belakang diindikasikan bila limfoma sudah merambah ke susunan saraf pusat, selaput meningens, paraspinal, atau tulang belakang.
Klasifikasi
Klasifikasi LNH telah mengalami perubahan selama bertahun-tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport membagi limfoma menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang membagi limfoma menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms (REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working Formulation masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan, dan prognosis [Tabel 2].
Tabel 2. Klasifikasi Patologi Berdasarkan Working Formulation
Keganasan rendah
================
� Limfoma malignum, limfositik kecil
� Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran kecil cleaved
� Limfoma malignum, folikular, campuran sel berukuran kecil cleaved dan besar
Keganasan menengah
==================
� Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran besar
� Limfoma malignum, difus, sel berukuran kecil
� Limfoma malignum, difus, campuran sel berukuran kecil dan besar
� Limfoma malignum, difus, sel berukuran besar
Keganasan tinggi
================
� Limfoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar
� Limfoma malignum, sel limfoblastik
� Limfoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved
Lain-lain
===========
� Komposit
� Mikosis fungoides
� Histiosit
� Ekstamedular plasmasitoma
� Tidak terklasifikasi
Stadium
Stadium pada LNH ditentukan berdasarkan Ann Arbor yang juga digunakan pada PH. Penentuan stadium ini sangat penting untuk melakukan perencanaan penatalaksanaan dan menilai prognosis [Tabel 3].
Kemudian, Hence O�Reilly dan Connors memodifikasi stadium LNH untuk kepentingan klinis berdasarkan stadium Ann Arbor, umur pasien dan ukuran tumor [Tabel 4].
Pada pasien LNH keganasan rendah sangat penting diketahui apakah pasien tersebut tergolong stadium I atau II sebab radioterapi dapat bersifat kuratif pada stadium tersebut.
Tabel 3. Stadium Berdasarkan Ann Arbor
Stadium I
============
Penyakit menyerang satu regio KGB (I); atau satu organ ekstralimfatik (IE)
Stadium II
============
Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (atas atau bawah diafragma); atau satu organ ekstralimfatik dan satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (IIE)
Stadium III
============
Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diafragma, yang dapat disertai dengan keterlibatan limpa (IIIS) atau terlokalisasi pada satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIISE)
Stadium IV
===========
Penyakit menyerang KGB secara difus mengenai satu atau lebih organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan pada KGB
Tambahan:
Pada semua stadium tersebut dapat ditambahkan huruf A atau B berdasarkan ada tidaknya gejala konstitusional yaitu sebagai berikut:
A: tidak terdapat gejala konstitusional seperti demam, keringat malam, dan/atau penurunan berat badan 10% selama 6 bulan
B: terdapat gejala konstitusional
Tabel 4. Modifikasi Stadium Berdasarkan O�Reilly dan Connors
Stadium dini (limited stage)
Stadium lanjut (advanced stage)
Ann Arbor stadium I atau II; dan
Tidak ada gejala limfoma B; dan
Ukuran diameter tumor < 10 cm
Ann Arbor stadium III atau IV; atau
Ada gejala limfoma B; atau
Ukuran diameter tumor > 10 cm
Pilih-Pilih Terapi
Jenis terapi yang akan dipilih tergantung dari stadium, tipe histologi, umur pasien dan status performans. Pada awalnya, pemilihan terapi pada LNH sama dengan PH yaitu radioterapi. Akan tetapi pada tahun 1950-1960 penggunaan kemoterapi menunjukkan hasil yang baik pada PH, sehingga diterapkan pula pada LNH tahun 1970.
Saat ini radioterapi sering dikombinasikan dengan kemoterapi untuk menghilangkan sisa-sisa tumor (residu) pada KGB maupun organ ekstralimfatik [Tabel 5].
Penatalaksanaan pada Limfoma Keganasan Rendah
1. Stadium I-II (terbatas)
Prognosis pasien secara umum baik. Bila lesi terlokalisasi dan pasien tidak mempunyai gejala khas sel B, radioterapi menjadi pilihan utama. Jenis radioterapinya adalah radiasi lapangan terbatas (involved field radiotherapy/IFRT) dengan dosis 35-45 Gy dalam 10-20 fraksi selama 2-4 minggu.
Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien dengan stadium 1 dan 2 yang ditatalaksana dengan radioterapi adalah sekitar 70%. Kebanyakan kekambuhan terjadi pada daerah yang tidak diradiasi.
Alternatif terapi yang lain adalah hanya melihat dan menunggu (watch-and-wait) sampai penyakit menunjukkan progresifitas atau dengan menggunakan kemoterapi saja. Kemoterapi yang diberikan adalah klorambusil atau siklofosfamid. Pada stadium terbatas keganasan rendah, kemoterapi adjuvan diikuti radiasi akan menurunkan risiko kekambuhan.
Radiasi total KGB (total lymphatic irradiation/TLI) tidak digunakan pada stadium I dan II karena belum ada bukti yang mendukung bahwa TLI lebih baik daripada IFRT.
2. Stadium III-IV (lanjut)
Penatalaksanaan pada stadium lanjut keganasan rendah masih kontroversial. Ada yang hanya melihat dan menunggu tetapi ada juga yang memberikan kemoterapi tunggal atau malah gabungan kemo-radioterapi.
Terapi pada stadium III keganasan rendah meliputi IFRT dengan dosis rendah atau menggunakan regimen tunggal alkylating agent seperti klorambusil atau siklofosfamid. Selain itu TLI dosis tinggi juga dapat dilakukan bahkan dapat menurunkan kejadian kekambuhan dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Radiasi total tubuh (total body irradiation/TBI) dapat dilakukan sebagai terapi paliatif. Dosis TBI yang dianjurkan adalah 1-1,5 Gy dengan 10cGy tiap fraksi, 5 fraksi tiap minggu, diikuti masa vakum (tidak dilakukan radiasi) selama 2-3 minggu, kemudian ditambah 1,7 Gy.
Penatalaksanaan pada Keganasan Menengah
1. Stadium I-II (terbatas)
Secara keseluruhan keberhasilan kuratif dari radioterapi pada stadium I dan II keganasan menengah berkisar 40-50%. Yang menjadi faktor kegagalan radioterapi adalah stadium II dengan keterlibatan KGB > 2, ukuran tumor > 2-3 cm, usia > 60 tahun, ada gejala sel B, dan keterlibatan organ ekstralimfatik selain abdomen, tiroid dan cincin Waldeyer. Pada pasien IA dan IIA yang terlokalisasi, usia < 60 tahun, dan ukuran tumor (< 2,5 cm) menunjukkan angka keberhasilan 70-80% dengan IFRT saja.
Anjuran dosis radiasi untuk mengontrol tumor lokal adalah 30-35 Gy, 1,75-3 Gy tiap fraksi selama 3-4 minggu. Pada beberapa keadaan seperti limfoma otak primer, ukuran tumor besar, dan beberapa limfoma sel T, dosis radiasi tersebut kurang berhasil dalam mengontrol tumor lokal. Sebagai alternatifnya dapat digunakan kemoterapi. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi bahkan mampu menghilangkan gejala dalam jangka waktu yang lama. Sebaliknya keberhasilan dengan kemoterapi saja belum ada penelitian sahih sampai saat ini.
Anjuran terapi pada limfoma sel berukuran besar stadium I atau II adalah kemoterapi CHOP (siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin, prednison) jangka pendek sebanyak 3 siklus, kemudian diikuti IFRT bila ukuran tumor tidak besar; atau kemoterapi jangka panjang diikuti radiasi bila ukuran tumor > 10 cm atau adanya keterlibatan organ eksralimfatik.
2. Stadium III-IV (lanjut)
Pada stadium lanjut (III atau IV), kemoterapi dengan regimen CHOP merupakan terapi baku. Penggunaan radioterapi sebagai adjuvan masih kontroversial. Akan tetapi pada beberapa keadaan, radioterapi dapat mencegah kekambuhan. Radioterapi dapat mencegah kekambuhan testis kontralateral pada limfoma testis. Radioterapi adjuvan dapat dipertimbangkan pada pasien usia lanjut yang tidak diperbolehkan mendapat kemoterapi dosis tinggi dan transplantasi sumsum tulang. Dengan demikian, radioterapi pada stadium lanjut sebenarnya lebih diperuntukkan sebagai terapi paliatif daripada kuratif.
IFRT
IFRT merupakan teknik radioterapi yang umum dipakai pada LNH. Pada stadium IA atau IE, daerah KGB diradiasi secara in toto. Misalnya, bila cincin Waldeyer ikut terlibat, radiasi harus dilakukan pada seluruh KGB di daerah leher hingga daerah infraklavikular. Sementara itu, pada kasus dimana saluran pencernaan ikut terlibat, radiasi harus diberikan dengan lapang pandang seluruh abdomen.
Pada stadium II atau III-IV, terkadang pasien masih memiliki sisa tumor (residu) meski telah menyelesaikan siklus kemoterapi dengan lengkap. Biasanya KGB residu paling sering ditemukan di mediastinum, dapat juga di retroperitoneum, leher dan daerah inguinal. Disinilah IFRT berperan sehingga angka ketahanan hidup pasien lebih tinggi.
TBI
TBI digunakan sebagai terapi paliatif pada LNH keganasan rendah. Sedangkan pada keganasan menengah dan tinggi dimana angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 50-60%, perlu dilakukan salvage therapy yang terdiri dari kemoterapi dan terapi mieloablatif. TBI termasuk dalam komponen mieloablatif.
Oleh karena lapangan radiasi dari TBI sangat luas (seluruh tubuh) maka biasanya toleransi pasien rendah sehingga dosis TBI pun diatur sedemikian rupa yaitu dengan total dosis adalah 150 cGy dalam 10 fraksi, 2 kali setiap minggu.
Terapi Paliatif
Masalah utama dari LNH adalah metastasis ke tulang atau saraf tulang belakang. Bila hal itu terjadi, penanganannya sangat sulit terutama bila mengenai daerah paraspinal. Steroid diberikan sebagai terapi inisial yaitu dexametason parenteral 4-8 mg setiap 8 jam.
Selain medikamentosa, radioterapi juga dapat digunakan sebagai terapi paliatif. Radioterapi yang diberikan harus mencakup batas aman (safe margin) yaitu 3-5 cm di atas dan bawah dari batas luar tumor. Dosis hiperfraksinasi (30 Gy/10 fraksi) mengakibatkan dekompresi yang cepat dan perbaikan gejala neurologis pada kasus LNH paraspinal. Dosis radiasi pada metastasis tulang adalah 30 Gy dalam 10 fraksi selama 2 minggu atau 20 Gy dalam 5 fraksi selama 1 minggu.
Tabel 5. Penatalaksanaan LNH Berdasarkan Tipe Keganasan dan Stadium
Stadium I dan II
Stadium III dan IV
Keganasan Rendah
Rekomendasi:
Radioterapi lapangan terbatas (involvement field radiation therapy)
Alternatif:
Kombinasi terapi (dengan kemoterapi)
Rekomendasi:
Asimtomatik atau ukuran tumor kecil:
Observasi dan deferred
Simtomatik atau ukuran tumor besar:
Kombinasi kemoterapi dengan tanpa interferon
Alternatif:
Asimtomatik atau bulk kecil:
Kemoterapi regimen tunggal
Total-body irradiation
Keganasan Menengah/Tinggi
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP diikuti dengan involved-field radiation therapy
Rekomendasi:
Kemoterapi CHOP
Radiasi adjuvan atau profilaksis
Profilaksis kraniospinal
Rituximab
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok limfoma dunia (GELA atau Group d�Etude des Lymphomes de l�adulte) menyimpulkan, kombinasi rituximab dengan CHOP memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja. Penelitian yang dipimpin oleh Prof Mark Hertzberg dari University of Sydney ini menunjukkan adanya perbedaan angka harapan hidup yang cukup signifikan. Sekitar 53% pasien LNH yang diterapi kombinasi dapat hidup setelah 3 tahun pengobatan, sedangkan yang diterapi CHOP saja hanya 35%. Rituximab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel tumor sehingga efek toksisistasnya kecil.
Saat ini pengembangan terapi terus dilakukan terutama yang mengarah pada targeted therapy. Usaha itu bukan tanpa alasan sebab LNH adalah salah satu penyakit kanker yang potensial untuk disembuhkan. Dengan demikian, kita dapat membuka kembali harapan sang rocker, juga pasien-pasien lainnya.
(Felix)
,
dan sesuai hasil observe kami sampai hari ini, putra kami tdk pernah
menunjukkan gejala konstitutionalnya. Pola makan, aktivitas
sehari-hari, lama jam tidur siang/malam, normal. Bahkan sedang sangat
menikmati skill berjalannya di 6 minggu terakhir. Alhamdulillah
Satu2nya kondisi yg cukup mengganggu, sejak MPASI di umur 6 bulannya
dulu, proses PUPnya selalu dg menangis. Meskipun tekstur pup sudah
lunak, berwarna kuning atau misalnya lembek sekalipun.
2minggu terakhir, sembari mengajari proses toilet training, putra saya
akan langsung berhenti menangis segera setelah fesesnya keluar. Sangat
berbeda dg saat2 dia masih pup ditempat tidur. Baru berhenti menangis
setelah perutnya benar2 terasa nyaman. Terlihat cenderung berusaha
keras menghindari proses ngeden saat pup.
Mohon sharingnya:
1. Benarkah tindakan saya utk ikhtiar dulu mencari 2nd opini?Terutama
utk penegakan ulang diagnosa tumornya.
2. Apapun hasil ikhtiar saya, kami sekeluarga merencanakan skedul
operasi tetap berjalan di pekan k2 Januari 2012 nanti. Sudah tepatkah
skedul saya ini?
3. Laborat yang kami lakukan selama 3 bulan terakhir kontrol di RS
ini, rongten 2 tungkai kaki dan usg perut kanan bawah serta tungkai
kaki kanan (fokus didaerah paha kanan).
Urut2an poli tempat kami kontrol:
1. Pertama kali masuk menggunakan rujukan dokter puskesmas, kami
diarahkan ke Poli Tumbuh Kembang Anak. Hasil semua kontrol, putra saya
normal
2. Dari Poli Tumbang, diarahkan ke Poli Bedah Anak. Diagnosa awal
(tanpa laborat apapun) ada penyumbatan syaraf diselangkangan kanan.
3. dari Bedah Anak, dirujuk ke Poli Ortophedi, dg diagnosa ada
kelainan jg pada tulang kaki. Beberapa minggu dipoli ini, diminta
lakukan laborat rongten (haislnya, ke2 tungkai, tulangnya relatif
sama) dan USG.
4. Karna saya pemegang kartu jamsostek, saat sekali waktu akhirnya
bisa bertemu dokternya (2-3 kali usaha sebelumnya, dokternya kebetulan
sedang tutup terus), beliau mendiagnosa kumpulan massa diperut bawah
kanan (hasil USG) adalah tumor.
5. Terakhir di poli orthopedi, tim dokter memberikan diagnosa final
bahwa titik sumbat aliran vena ada dipertemuan 2 pantat atas. Ini yg
berbeda dg diagnosa tim dokter poli bedah plastik, dirujukan
berikutnya.
6. Senin 7 Nopember, berkas putra kami masuk ke poli bedah plastik.
Jumat 11 Nopember, kami diinformasikan 2 diagnosa final sesuai email
awal diatas. Serta diminta segera melakukan operasi.
Maaf jika terlalu panjang, terima kasih yg dalam utk setiap
saran/sharing/apapun.
--
-BunSal™-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar