Hello Pak Harun,
Terima kasih atas doanya,
amin,
Begini, Utk menjawab pertanyaan anda, maka barangkali bagusnya saya bagi
dlm bebrapa kelompok utk menjabarkanya n menjawabnya.
1. kelompok SOP:
Mungkin secara gampang bisa saya jabarkan bahwa SOP adalah prosedural yg
dibakukan, jadi misalnya ada gejala2 yg kalau di flow chart kan akan
memenuhi sekian items, dg pertanyaan adakah anu, adakah ani, dstnya
sampai pada sautu kesimpulan bahwa bila gejalanya mencakup ini, itu n
anu, maka masuk ke pertanyaan pengkotak2an tertentu, sampai pada
kesimpulan bahwa, semua item atau paling tdk sekian persen pertanyaan
masuk n itu berarti bahwa penderita termasuk dlm kelompok sakit anu n
mesti diberikan anu sebagai obatnya.
Nah dlm ilustrasi Dr. Alim, dinyatakan bahwa ada 2 RS yg berbeda
penerapanya, karena RS yg satu tanpa melanjutkan pada analisa kelompok
penyeranganya apa, sdh langsung memberikan obat sesuai dg SOP yg
berlaku, sebaliknya RS ke 2 menganalisa lebih lanjut n menemukan bahwa
bacteria yg menyerang adalah berbeda n dg demikian sop perlu disesuaikan
dg jenis penyerangan yg ada agar patient bisa diperbaiki.
Dlm pertanyaan anda:
==========================
Namun yang saya ingin tanyakan, apakah prosedur analisa ini, dilakukan oleh
dokter yang 'kreatif' rangking atas saja, atau semua dokter juga dipastikan
sudah menggunakan metoda seperti ini ?
==========================
Kalau melihat dari jawaban yg ada, maka bila sop dijadikan bahan baku yg
tdk terbantahkan, maka pada RS 2 akan terjadi kesalahan pengobatan,
tetapi dibenarkan oleh perlindungan sop, pada hal tujuan pengobatan
adalah mendapatkan hasil perbaikan pada tubuh yg mengalami serangan atau
gangguan tersebut.
Sementara perubahan SOP yg terjadi pada RS2, adalah karena para
profesional disana masih memiliki sense of indeep, n tdk hanya sekedar
pokoknya sdh berbuat n pasti tdk disalah karena sdh sesuai sop, n dg
demikian mereka masih mencari utyk sampai pada siapa sebenarnya yg
bertanggung jawab membuat si patient sakit, n hasilnya menentukan bahwa
jenis oabt harus diseuaikan dg sang penyerang tersebut.
Konsekwensinya adalah bila ketdk berhasilan terjadi akibat dari
penggantian obat tersebut maka bisa saja team yg ada disalahkan karena
menyalahi sop, sama seperti yg terjadi ketika saya mencontohkan ttg
penggunaan alkohol.
Jadi penjabaran sop sangat tergantung pada bagaimana anda dididik,
bagaimana anda mengupdate diri anda dg perkembangan ilmu n case case yg
terjadi, n pola pikir system yg berlaku di RS atau ditempat sop tadi
diterapkan; nah disini pentingnya pengetahuan dasar atau istilah Dr.
Alim adalah basic science nya suatu case.
Jadi jawaba terhadap eprtanyaan anda diats, tentu bisa anda jabarkan
sendiri.
Pertanyaan ke2 anda:
===================================
Dari pengalaman istri saya ini, mungkinkah, dalam SOP diberikan pula, agar
dokter juga memberikan saran kepada pasien, untuk mencari second opinion
dari beberapa dokter lain.
===================================
Ini akan sangat bergantung dari team yg bekerja utk case.
Bila si dokter adalah dokter yg merasa sdh jago lima dunia, sdh
merupakan ahlinya, maka dia tentu tdk perlu karena merasa sdh cukup tau,
sdh ahlinya, utk menyarankan second opinion.
Saya contohkan pengalaman Ibu n Bapak saya dlm hal operasi yg tergolong
mudah operasi katarak.
Bapak saya diajak saudara saya ke salah satu klinik terkenal di Ibu
kota, setelah mengikuti pola sop yg ada, maka samapi pada kesimpulan utk
dioperasi, maka dia operasi, tanpa hal2 yg lainnya.
Perlu diketahui bahwa semua tindakan operasi, adalah 50-50 baik
kegagalan maupun keberhasilan.
Nah, setelah operasi selesai, dinyatakan sukses.
Iya bisa melihat, tetapi berangsur dimatanya dia melihat bintang, hasil
pemeriksaan sesuai sop normal, sampai suatu ketika dinyatakan sebagai
galaucoma, n buta.
Pada intinya pandangan beliau adalah cukup jelas, hanya kabutan karena
katarak, n sop sesuai dg yg harus diperiksa dijalankan dg normal, tetapi
ada yg laupa rupanya, karena, dg masuknya pengganti lensa pada mata,
akan menimbulkan reaksi normal tubuh yg menolak benda asing tersebut, n
ini kemudian menaikan tekanan bola mata samapi pada kerusakan syaraf
matanya n menjadi buta.
Sayang bukan? kalau saja bertahan tanpa operasi, n degradasi katarak yg
terjadi bisa menahan sampai usia 90 misalnya, maka tdk terjadi kebutaan
selama 10 tahun bukan?
Nah sekarang bandingkan dg Ibu, kebetulan saya yg mengantar Ibu, hampir
seperti robot, proses sop berlangsung dg pengukuran mata n sampai pada
kesimpulan katarak n menghadap dokter ahlinya.
Setelah menunggu giliran cukup lama, kita masuk.
Tanpa bak buik bek, melihat, document yg berisi rekam medis ibu,
langsung pertanyaan yg kelaur adalah:
"jadi kapan ibu mau dioperasi?"
Saya bertanya, ada case tertentu yg saya pikir perlu mendapatkan
tanggapan cukup serius, karena menyangkut reaksi tubuh.
Tdk dijawab, jawabanya adalah ya!? kapan ibu mau operasi.
Ibu menjawab saya pikirkan dulu ya??
Mempersingkat, saya mencari dokter ahli mata yg bisa diajak berdiskusi
cukup baik, walau operasi ini adalah tergolong operasi yg cukup
sederhana, tetapi mengingat di dokter tadi ibu dianggab objek yg tdk
boleh melakukan second opinion atau pun (LU tau apa?), pokoknya ya
operasi sajalah supaya matanya jelas n bagus bisa liat lagi, maka saya
kemudian mencari berbagai dokter yg bisa diajak diskusi.
Hasilnya kita bisa lakukan pemeriksaan darah khusus, memperbaikinya
sebelum dilakukan operasi matanya yg satu, sementara mata yg lain tdk
mau dia operasi, n memang walau kabur, tetapi masih merupakan gabungan
mata yg cukup baik utk menemani sang IBu sampai hari ini, dibandingkan
bapak yg harus kehilangan penglihatan satu mata n meninggal dlm kedaan
cacat satu matanya.
Sebagai bandingan juga, cerita saya ttg case operasi usus buntu yg
berakir dg bekas luka divonis TBC usus oleh semua second opinion yg
dikunjungi ybs, yg mungkin saja menggunkan sop yg sama? n berakir dg
ketinggalan casa dlm bekas operasi, mungkin bisa anda tambahakan utk
pemikiran anda.
Jadi bagaimana menjawab pertanyaan anda tersebut?
2. Pernyataan anda menyangkut pengkotak2an manusia dlm:
====================================
Saya juga sangat setuju, bila tubuh manusia yang super komplek ini, tidak
semudah analisa mobil atau motor tadi. Mudah-mudahan kedepan, juga ada
dokter ahli spesialis analisa, ada dokter ahli spesialis SOP (ini yang
mempelajari dan mengembangkan SOP seluruh dunia bila perlu), ada dokter
ahli spesialis darah, ada dokter ahli spesialis demam, dll. Sehingga,
analisa 'penyebab' timbulnya suatu penyakit akan lebih akurat, sehingga
menghasilkan penanganan yang semakin tepat !
====================================
terus terang bila seorg manusia dikotak2an dlm masing2 bagian lalu
disambung menajdi satu, maka kemungkinan tdk bekerja akan sangat
mungkin, sama seperti contoh saya berikut ini:
Suatu ketika bagian front office ingin membuat program agar bisa
menghitung berapakah lead timenya sales, penjualanya, pengeluaranya, n
komisinya, n performance, maka dibuatlah program accounting utk bagian
front office tersebut.
program mungkin berjalan baik;
Jadi penghitungan komisi, performance, uang masuk, pembayaran jatuh
tempo dll kemudian berjalan dg baik nantara paperwork serta program
komputer bisa sinkron dg baik hanya dg sedikit adjustment.
Muncul persoalan karena bagain service claim kenapa mereka tdk diberikan
lebur, kenapa penghasilan mereka lebih kecil dari bagaian sales?
Maka dibuatlah bagaian specialist (program khusus buat back office)
termasuk lembur karyawan ditempatkan disana.
Mungkin berjalan baik, n hasilnya bisa membayar lebur tepat waktu.
lalu sampailah pada jurnal akir tahun dimana tutup buku secar
keseluruhan diperlukan balanced sheet dllnya agar secara auidte
accounting perusahan bisa dipertanggung jawabkan.
Nah, kan udah ada front n back office, tinggal tambah General ledger
saja kan? lalu semua dicombine kan beres, begitulah logika bukan?
tetapi ternyata karena base pembuatan program adalah kotak2an, maka
codingnya juga masing2 n tumpang tindih.
Maka ketika dijadikan satu, sang program tdk mengenalanya, n hasil
jurnal kacau balau.
Tubuh manusia kurang lebih adalah suatu eksatuan yg bekerja secara
bersamaan, serentak saling berirama, syncron n tdk bisa dipisah2kan.
Maka ketika usulan anda setiap dokter utk setiap bagaian, mungkin bisa,
tapi harus ada satu dokter lagi yg bisa merangkum n mempersatukan
semuanya dlm istilah, coding yg sama n dimengerti oleh setiap bagaian.
terus terang karena pengkotakan inilah maka kemeudian patient harus
membeli lebih mahal, sama seperrti pembuatan program pada ilustrasi
diatas, hasilnya jauh lebih mahal dari ketika membuat programnya, sdh
dilakukan pengintergrasian, apalagi tubuh manusia adalah closed loop
system yg hanya memberikan peluang pada:
system pencernaan yg bisa diinterfrensi n memang perlu interfrensi masuk
bahan2 dari luar n membuang yg tdk dibutuhkan keluar tubuh.
system, reproduksi, yg membutuhkan interfrensi dari n ke luar utk
kebutuhan pembuahan atau berkembang biak, walau hasil akir masih sangat
tergantung system yg ada dalam tubuh juga n pengasihan Tuhan juga dg
jatah karunianya.
Maka dg adanya hanya 2 pintu masuk ini, tubuh hanya akan memiliki
penyakit akibat interfrensi dari luar oleh virus n bacteria, semntara yg
lainya bisa dikatakan karena kelainan kerja organ yg merupkan hasil
closed loop system yg ada.
jadi kalau dlm suatu system closed loop ada kelainan, maka berarti
penyebabnya adalah closed loop itu sendiri yg harus dipertanyakan
operationalnya apakah ada yg salah?
demikain tanggapan atas yg anda tuliskan teresebut.
3. Mengenai istri anda n masalahnya yg anda tuliskana/l sbb:
======================================
Perlu diketahui, istri saya hanya tiba-tiba pendengaran telinga kanannya
hilang pada tahun 2002. Namun dalam hitungan menit, dokter sudah memutuskan
harus diangkat amandelnya. Dan bodohnya lagi, karena istri saya 'belum
tahu' apa saja hak-hak pasien, maka pasrah saja, selain karena ingin cepat
sembuh, juga karena dokternya sudah kami nilai 'kawakan' dan profesional,
selain dari umur dan juga pengalaman organisasinya, sehingga kami tidak
diberikan etunjuk second opinion baik oleh dokter yang memeriksa, maupun
karena kami baru kali itu ke dokter.
======================================
Sebagaian sdh merupakan jawaban yg saya tuliskan di dalam 1 n 2 diatas,
sementara,
Utk bisa menanggapi persolan hubungan antara amandel, operasi n hasil yg
anda sampaikan:
======================================
menganalisa sakitnya istri saya
dulu, mungkin tidak terjadi lumpuh berkepanjangan dan sakitnya bisa sembuh
dengan baik.
======================================
tdk bisa dijabarkan hanya dg mengetahui, anlisa diagnosa ttg amandel,
tindakan operasi, n hasil kelumpuhan yg ada, karena sebagai suatu
kesatuan, tubuh harus dilihat secara keseluruhan, tdk dikotak2an,
amandel sendiri, tindakan operasi sendiri, lumpuh sendiri, dll, karena
hasil yg ditunjukan oleh tubuh bisa terjadi karena berbagai hal.
Demikian semoga bermnafaat,
Shalom alekhem,
Wassalamu alaikum
On 4/30/2012 7:11 AM, Harun Mubaroq wrote:
> Subhanalloh,
> mantaap-mantap ! Smoga semua dokter di milis ini senantiasa mendapatkan
> keselamatan dan kesejahteraan, dan kemudahan dalam segala urusan, aamien
>
> Saya sebagai masyarakat umum yang sudah cukup lama mengikuti milis ini,
> semakin senang saja mengikuti milis ini.
>
> Semua yang disampaikan oleh para dokter tadi itu, pada dasarnya betul
> tujuannya, untuk memberikan yang terbaik. Analisa perlu, kalau perlu detail
> seperti Ir. Donny, dari semua sisi. Namun saya juga setuju, bila sudah ada
> SOP jangan lupa untuk diikuti. Namun bila SOP-nya sudah perlu diperbaiki,
> ya jangan lupa SOP-nya juga direvisi, sehingga akan diperoleh SOP yang
> terbaik, sehingga menghasilkan yang terbaik.
>
> Bila dokter-dokter yang secerdas milis ini menganalisa sakitnya istri saya
> dulu, mungkin tidak terjadi lumpuh berkepanjangan dan sakitnya bisa sembuh
> dengan baik. Mudah-mudahan dunia kedokteran, yang ilmunya sangat luas ini,
> menjadi semakin berkembang, baik untuk para dokter, tapi juga untuk
> masyarakat umum
>
> Dengan contoh analisa dari Dr. Ir. Donny, saya merasa ini sebuah pelajaran
> untuk masyarakat umum, bahwasanya kita sebagai masyarakat umum, bilamana
> perlu, meminta kepada dokter, analisa apa saja yang menjadikan seorang
> dokter memutuskan tindakan, meskipun ini tidak harus setiap pasien
> memintanya. Tapi bila penyakitnya 'serius' (menurut pasien), tentu boleh
> dong, pasien meminta alur analisanya. Dan contoh analisa tadi, juga
> mengajarkan kepada masyarakat, betapa penting untuk konsultasi dengan
> dokter, karena metoda analisa dari dokter tentunya sudah mantap dan tidak
> seperti analisa masyarakat awam.
>
> Namun yang saya ingin tanyakan, apakah prosedur analisa ini, dilakukan oleh
> dokter yang 'kreatif' rangking atas saja, atau semua dokter juga dipastikan
> sudah menggunakan metoda seperti ini ?
>
> Perlu diketahui, istri saya hanya tiba-tiba pendengaran telinga kanannya
> hilang pada tahun 2002. Namun dalam hitungan menit, dokter sudah memutuskan
> harus diangkat amandelnya. Dan bodohnya lagi, karena istri saya 'belum
> tahu' apa saja hak-hak pasien, maka pasrah saja, selain karena ingin cepat
> sembuh, juga karena dokternya sudah kami nilai 'kawakan' dan profesional,
> selain dari umur dan juga pengalaman organisasinya, sehingga kami tidak
> diberikan etunjuk second opinion baik oleh dokter yang memeriksa, maupun
> karena kami baru kali itu ke dokter.
>
> Dari pengalaman istri saya ini, mungkinkah, dalam SOP diberikan pula, agar
> dokter juga memberikan saran kepada pasien, untuk mencari second opinion
> dari beberapa dokter lain. Tentunya bukan menyarankan nama dan alamat
> dokternya, semua diserahkan kepada pasien ya. Pengalaman juga, beberapa
> keluarga, yang belajar dari sakitnya istri saya, selalu mencari second
> opinion, tapi ini inisiatif sendiri, bukan dari dokter. Dan hasilnya,
> sangat memuaskan, karena hasil analisa dokter pertama, kedua, dst,
> beda-beda smua, dan kami bisa memutuskan juga yang termurah dan dengan
> beberapa kali konsutasi dengan dokter-dokter itu.
>
>
> Dokter, saya menulis diatas bukan karena saya masuk sebagai member milis
> yang 'sok pintar ya!' Tapi karena bangga, ternyata begitu pentingnya
> analisa, sehingga terjadi beberapa cara pandang dan tentunya ini saya nilai
> wajar, dan ini untuk memajukan kedokteran. Pantaslah, bila dunia kedokteran
> akan semakin maju dengan diskusi sehat seperti itu.
>
> Saya juga sangat setuju, bila tubuh manusia yang super komplek ini, tidak
> semudah analisa mobil atau motor tadi. Mudah-mudahan kedepan, juga ada
> dokter ahli spesialis analisa, ada dokter ahli spesialis SOP (ini yang
> mempelajari dan mengembangkan SOP seluruh dunia bila perlu), ada dokter
> ahli spesialis darah, ada dokter ahli spesialis demam, dll. Sehingga,
> analisa 'penyebab' timbulnya suatu penyakit akan lebih akurat, sehingga
> menghasilkan penanganan yang semakin tepat !
>
> Dan saya sebagai masyarakat umum, akan semakin menikmati kemajuan dunia
> kedokteran. Salam sukses dan keberkahan untuk semuanya
>
> Yuuk kita lanjutkan...
>
>
> Barokallohu fikum
>
>
> Harun Mubaroq
>
>
>
>
>
>
> ----
> Posted by: "Dr.(Naturopathy) Ir. Donny Hosea MBA. PhD" puyuh23@indo.net.id
> Sun Apr 29, 2012 12:01 am (PDT) Hello,
> Terima kasih Dr.Alim,
> Asa yg terputus saya kembali nyambung, karena ternyata masih ada juga yg
> mengerti
> Sukses selalu,
> Salam,
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
-- We care human as human not as sickness object. --.
"Absolutely Drug less Health Care solution Organization" ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar