Simpati yg dalam utk Mbak Ria....
Inshaallah, memperbesar kapasitas sabar jauh lebih bermanfaat daripada
membuka 'perang' dengan kantor lama.
Di dunia sekarang yg sudah menjustifikasi segala hal untuk kesenangan
sesaat dengan mengambil hak-hak kaum marjinal seperti Mbak Ria,
inshaallah hanya kelapangan hati, kesabaran luar biasa serta
pasrah/tawakkal/percaya bahwa keadilan Tuhan masih ada, yang mampu
membendung kemarahan kepada oknum-oknum 'sesat' tsb.
Mungkin tidak sekarang, tidak bulan depan, tidak tahun depan.
Satu hari, untuk Mbak Ria, keluarganya, atau anak/keturunannya.
Amin robbul 'alamin..
Salam hangat dr Semarang..
On 7/10/12, roy agusta <royagusta@yahoo.com> wrote:
> Dengan rendah hati kami mohon saran dari rekan2 yang berprofesi sebagai
> dokter, atas kejadian yang dialami oleh rekan saya ini tanpa bermaksud
> mendiskreditkan pihak2 tertentu. Kalau email ini tidak sesuai, dan atau
> tidak tepat, saya pribadi mohon maaf dan tetap menghargai milis ini sebagai
> sarana komunikasi yang baik dan positif. Maafkan saya sebelumnya. Terima
> kasih (Roy Agusta)
>
>
> Sebut saja namanya Ria, ia melamar kerja sebagai marketing communication di
> rumah sakit kanker yang berkantor pusat di Guangzhou, China.
> Ia ditempatkan di kantor perwakilan Jakarta. Kerja dimulai awal bulan (sebut
> saja tgl 1), sesuai dengan peraturan (kata si boss) gaji dibayar setiap
> pertengahan bulan.
> Setelah satu setengah bulan bekerja, barulah Ria menerima gaji untuk satu
> bulan, karena yang setengah bulan akan 'dibayarkan' kalau yang bersangkutan
> resign.
> Peraturan kerja berlaku sesuai dengan "Peraturan Kerja" rumah sakit yang
> berada di Guangzhou, China. (termasuk ketentuan hari libur).
> Setelah 3-4 bulan bekerja terjadi pergantian manajemen, kepala perwakilan
> rumah sakit di Jakarta diganti oleh kepala perwakilan yang baru. Ria
> satu2nya karyawan yang direkrut oleh manajemen baru. Yang lainnya mundur
> atau resign atau tidak terpilih kembali. Tetapi sesuai peraturan awal,
> sebagian karyawan tidak menerima setengah bulan gaji yang ditahan karena
> prosedur yang berbelit.
>
> Minggu pertama dibawah manajemen baru, Ria difasilitasi training di
> Guangzhou (China) selama satu minggu. Kembali ke Jakarta dengan catatan
> 'tanpa' job desc yang jelas... semua harus bisa dikerjakan maksimal. Maaf,
> bukan soal rasis, Ria ini pribumi asli, sementara karyawan lainnya warga
> negara keturunan, atau warga negara asing (termasuk kepala perwakilan yg
> berasal dari negara Asean).
>
> Tentu saja Ria mengalami perlakuan diskriminasi, mulai dari besarnya gaji
> hingga pergaulan sehari-hari yang notebene menggunakan bahasa mandarin. Ria
> terus bertahan karena kebutuhan hidup, segala bentuk diskriminasi dibalasnya
> dengan senyuman. Kadang ia mengeluh kepada saya, tidak kuat diperlakukan
> seperti itu. Saya tau hatinya menjerit dan berontak. Terlambat satu menit
> saja kena potongan gaji, sementara hari libur atau kelebihan jam kerja tidak
> pernah mendapat uang pengganti. Jangankan uang, ucapan terima kasih saja
> tidak pernah, bahkan yang mendapat 'pujian' selalu dan selalu mereka yang
> keturunan. hanya sebuah janji bila ada yang membawa pasien maka marketing
> akan menerima komisi Rp. 500.000,-/pasien
>
> Miris memang, beberapa kali harus mengurus pekerjaan kantor hingga tengah
> malam (tanpa penggantian apapun), pagi2 harus menyel;esaikan 'urusan' di
> luar kantor dan tiba terlambat dengan risiko 'pemotongan' gaji. Sampai
> sejauh manakah daya tahan Ria?
>
> Ria sedih, dan 'menangisi' perlakuan yang dialaminya ini.... sampai suatu
> ketika ia melamar di salah satu kedutaan dan menerima panggilan interview.
> Selama setahun lebih kerja, Ria tidak pernah absen karena sakit. Diam2 ia
> menjalani interview di kedutaan dan ketahuan oleh rekan2 sekerjanya sampai
> diinterogasi oleh "general manager' (kepala perwakilan). Ia dituduh mau ke
> luar negeri diam2.
>
> Mulailah hari2 yang 'menyakitkan', Ria tidak diacuhkan, tidak ditegur. Ria
> tetap bekerja normal, mengejar pasien..... sampai dimarahi client karena
> rumah sakit ingkar janji dengan pihak ketiga. Dalam kurun waktu 2-3 bulan
> terakhir, diketahui ada 9 pasien berangkat yang artinya dia menerima komisi
> 4,5 juta. Karena mengacu pada ucapan kepala perwakilan yang menjanjikan Rp.
> 500.000,-/pasien tanpa syarat dan ketentuan lainnya. Ria pun pernah
> memergoki email yang menyatakan adanya komisi tersebut.
>
> Ketika hal ini ditanyakan ke manajemen (kepala perwakilan), mendapat jawaban
> bahwa Ria tidak layak 'menerima' komisi itu dan dianggap tidak Qualified.
> Ria terpukul, merasa loyalitas dan integritasnya ditengah perlakuan
> diskriminasi ras betul2 tidak dihargai. Ria tetap tegar dan mulai melamar
> lagi ke tempat lain. Akhirnya dia di interview dan diterima dengan
> penghasilan yang lebih baik. Perusahaan baru ini memberi kelonggaran 3
> minggu untuk Ria menyelesaikan semua urusan di kantor lama.
>
> Ria menulis surat 'pernyataan'pengunduran diri dari rumah sakit ini, dan
> menanyakan perihal komisi dan gaji. Pihak rumah sakit memberikan jawaban,
> bahwa hanya bisa mengabulkan komisi sejumlah Rp. 500.000,- (1 pasien yg
> telah didampingi Ria selama 1 tahun) dan pengunduran diri ditolak karena
> peraturan harus 30 hari sebelumnya. Ria mencoba berkelit, memberi bukti
> bahwa pegawai lain sebelumnya (4-5 orang) tidak terkena harus mengajukan
> mengundurkan diri 30 hari sebelumnya.
>
> Apapun Ria sudah tidak tahan perlakuan diskriminasi itu, ia mengambil risiko
> gajinya akan dipotong selama setengah bulan. Berita Acara Serah Terima
> tanggungjawab dan fasilitas perusahaan selesai ditanda tangani, dalam
> tenggang waktu 3 hari tidak ada komplain apapun dari pihak rumah sakit.
> Terbayang dalah benak Ria, ia kan menerima hanya setengah bulan gaji
> ditambah setengah bulan gaji sebelumnya yang ditahan, yang akan dibayarkan
> bila karyawan resign.
>
> Ria tak masuk kerja lagi (sepengetahuan kepala perwakilan) per tanggal 15
> Mei 2012, berarti dia berharap gaji akan dibayarkan pada tanggal; 1 Juli
> 2012. Setelah lewat tanggal 1 Juli, Ria melihat di rekening bank belum ada
> transfer gaji. Ria telfon ke kantor lamanya, menanyakan perihal gajinya.
> Jawabannya gaji ditahan karena 'ada masalah' yang belum selesai, dan 'bos'
> sedang kembali ke negerinya.
>
> Apalagi yang belum diselesaikan? Modus ini sama dengan yang dialami karyawan
> lain yang resign, dan akhirnya merelakan hak gajinya ditahan sampai dunia
> ini berakhir. Ria bingung, sedih...... inikah harga sebuah loyalitas dan
> integritas sebagai anak bangsa yang bekerja baik 'tanpa cacat' masih
> diperlakukan diskriminasi ?
>
> Mungkin bagi rumah sakit itu apalah artinya uang 10juta, tapi bagi Ria yang
> setiap hari naik angkot Rp. 3000,- atau naik ojek 20rb untuk mengejar tepat
> waktu dan keluar kantor minimal satu jam setelah jam kerja, nilai
> keringatnya satu hari tentu berharga.
>
> Ria sekarang gelisah, mau menuntut ke siapa, mau pakai pengacara..... pasti
> rumah sakit itu pakai jasa pengacara yang mahal. Ria tidak punya uang untuk
> bayar pengacara. Ria cuma mau diselesaikan baik-baik, gajinya dibayar....
> meskipun dipotong sana-sini.... Ria siap menerima perlakukan diskriminasi
> terakhir dari 'bos' rumah sakit itu.
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
--
-BunSal™-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar