Ysh.
Bagaimana dengan susu merk A yg malah berpromosi dengan membantu pencegahan ostroporosis,?
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-----Original Message-----
From: adira jakti <adira_krn@yahoo.com>
Date: Sat, 16 May 2009 01:00:30
To: <dokter_umum@yahoogroups.com>
Subject: Re: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia
Lihatlah� sapi,� kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah
tidak� anak-anak� lagi� tidak akan minum susu
karena sapi, kambing atau kerbau engga bisa minum dari gelas
*maap... asal komen aja nih... soale aku sampe sekarang masih minum susu sapi, wuaduh bgmn nih minum susu kok malah rentan osteoporosis*
--- On Thu, 5/14/09, Wie-2x <pr0t31n_w13@yahoo.ie> wrote:
From: Wie-2x <pr0t31n_w13@yahoo.ie>
Subject: [Dokter Umum] Susu Sapi Bukan untuk Manusia
To: dokter_umum@yahoogroups.com
Date: Thursday, May 14, 2009, 11:53 PM
Susu Sapi Bukan untuk Manusia
[catatan Dahlan Iskan, Jawa Pos Edisi 15 Mei 2009]
TIDAK� ada� makhluk� di� dunia� ini� yang� ketika� sudah dewasa masih minum susu
–kecuali� manusia.� Lihatlah� sapi,� kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah
tidak� anak-anak� lagi� tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi
perilaku yang alami seperti itu?
"Itu� gara-gara� pabrik� susu� yang� terus mengiklankan produknya," ujar Prof Dr
Hiromi� Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban
Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal,
katanya,� susu� sapi� adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia
seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum
susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.
Mengapa susu paling jelek untuk manusia?
Bahkan,� katanya,� bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu
benda� cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak
sempat� berinteraksi� dengan� enzim� yang� diproduksi� mulut� kita. Akibat tidak
bercampur� enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut
langsung� menggumpal� dan� sulit� sekali� dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh
terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang seharusnya lebih baik dihemat.
Enzim� induk� itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang.
Namun,� karena� enzim induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu,
peminum susu akan lebih mudah terkena osteoporosis.
Profesor� Hiromi� tentu� tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di
dunia.� Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di
usus� tanpa� harus� membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia
sudah� sangat� berpengalaman� menjalani� praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa
keadaan� usus� bagian� dalam� lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia
memang� orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus
mondarmandir di antara dua negara itu.
Setiap� memeriksa� usus� pasiennya,� Prof� Hiromi sekalian melakukan penelitian.
Yakni,� untuk� mengetahui� kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan
minum� pasiennya.� Dia� menjadi� hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang
makan� atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara
lain susu dan daging.
Dia� � � melihat� � � alangkah� mengerikannya� bentuk� usus� orang� yang� biasa� makan
makanan/minuman� � � yang� � � "jelek":� � � benjol-benjol,� � � luka-luka,� � � bisul-� bisul,
bercak-bercak� hitam,� dan� menyempit� di� sana-sini seperti diikat dengan karet
gelang.� Jelek� di� situ� berarti� tidak� memenuhi� syarat yang diinginkan usus.
Sedangkan� usus� orang� yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus,
bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.
Karena� tugas� usus� adalah� menyerap� makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan
kalau� makanan� yang� masuk� tidak� memenuhi� syarat si usus. Bukan saja ususnya
kecapean,� � � juga� � � sari� makanan� yang� diserap� pun� tidak� banyak.� Akibatnya,
pertumbuhan� sel-sel� tubuh� kurang� baik,� daya� tahan� tubuh sangat jelek, sel
radikal� bebas� bermunculan,� penyakit� timbul,� dan� kulit cepat menua. Bahkan,
makanan� yang� tidak� berserat� seperti� daging,� bisa� menyisakan� kotoran yang
menempel� di� dinding� usus:� menjadi� tinja� stagnan yang kemudian membusuk dan
menimbulkan penyakit lagi.
Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya
menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke
perut.
Dia� mengambil� contoh� yang� sangat� menarik,� meski� di� bagian ini saya rasa,
keilmiahannya� kurang� bisa� dipertanggungjawabkan.� Misalnya,� dia� minta� kita
menyadari� berapakah� jumlah� gigi� taring� kita,� yang tugasnya mengoyak-ngoyak
makanan� seperti� daging:� hanya� 15� persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti
bahwa� alam� hanya� menyediakan� infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari
seluruh makanan yang kita perlukan.
Dia� juga� menyebut� contoh� harimau� yang� hanya� makan� daging. Larinya memang
kencang,� tapi� hanya� untuk� menit-menit� awal. Ketika diajak "lomba lari" oleh
mangsanya,� harimau� akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak
makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.
Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu,
katanya,� harus� dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras
harus� sampai� 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di
mulut� makanan� bisa� bercampur� dengan� enzim� secara� sempurna.� Demikian juga
kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya,
sebaiknya� setengah� jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih
dulu.
Bagaimana� kalau� makanannya� seret� masuk� tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan.
Berarti� mengunyahnya� kurang� dari� 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah
makan� sebaiknya� jangan� tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu,
tulisnya,� harus� dalam� keadaan� perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan,
orang� bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan
gembrot.
Yang� paling� mendasar� dari� teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi
"modal"� oleh� alam� bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di
dalam� "lumbung� enzim-� induk".� Enzim-induk� ini� setiap hari dikeluarkan dari
"lumbung"-nya� untuk� diubah� menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari
itu.� Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras
lumbung� enzim-induk.� Mati,� menurut� dia,� adalah� habisnya� enzim� di lumbung
masing-masing.
Maka� untuk� bisa� berumur� panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing
haruslah� menghemat� enzim-induk� itu.� Bahkan,� kalau bisa ditambah dengan cara
selalu� makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua
makanan� (mentah� maupun� yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan
mengalami� oksidasi.� Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara
terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.
Apalagi� kalau� makanan� itu� digoreng� dengan� minyak.� Minyaknya sendiri sudah
persoalan,� apalagi� kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan
makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu
sudah� lama� dibiarkan� di� udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat
bahaya� bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang
banyak.
Apa saja makanan yang direkomendasikan?
Sayur,� � � biji-bijian,� dan� buah.� Jangan� terlalu� banyak� makan� makanan� yang
berprotein.� Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan.
Protein� � � itu� � � harus� � � dibuang.� � � Membuangnya� � � pun� memerlukan� kekuatan� yang
ujung-ujungnya� juga� berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau
untuk� mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya
juga harus menguras lumbung enzim.
Prof� Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan
sungguh-� sungguh.� Hasilnya,� umurnya� sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit.
Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan
yang� di� luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus
terjadi� karena� makanan "jelek" itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau
terlalu sering.
Terhadap� pasiennya,� Prof� Hiromi� juga� menerapkan� "pengobatan"� seperti itu.
Pasien-pasien� penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan
"pengobatan"� alamiah� tersebut.� Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti
cara� hidup� sehat� seperti� itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya,
banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter
yang� mau� melihatnya� melalui� sistem� tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung
hanya� fokus� ke� jantung.� Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus.
Demikian� juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang
menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.
Saya� mencoba� mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50
persennya.� Entah,� persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan
ke depan.
Yang� menggembirakan� dari� buku� Prof� Hiromi ini adalah: orang itu harus makan
makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang
dan� pikirannya� gembira,� terjadilah� mekanisme� dalam� tubuh yang bisa membuat
enzim-induk bertambah.
Nah... gan pei!
[Non-text portions of this message have been removed]
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/


Tidak ada komentar:
Posting Komentar