Pak Fredy,
tadinya saya gak ngeh dengan inisial BS seperti yang di emailkan oleh Bu Irene.
tapi setelah membaca email dari bapak, alamat dokter ybs dan ciri2nya, saya langsung ingat, bahwa kami juga pernah mengalami kejadian yang sama persis dengan yang dialami oleh bu irene. kejadiannya sudah cukup lama, kurang lebih 5 atau 6 tahun yang lalu.
--- In dokter_umum@yahoogroups.com, "Fredy Kurniawan" <iai.fredykst@...> wrote:
>
> Saya tertarik dgn info ini. Saya domisili di Pontianak, saya bukan dokter dan hanya pemakai jasa dokter (kebetulan sering membawa ortu/keluarga ke dokter kalau sakit).
>
> Sepengetahuan saya dulu pernah konsul ke dokter yg spt ini dan rasanya sebel sekali. Kalau bisa saya terka dari inisialnya (dr.BS), dokter ybs tinggal di Jl.J***r dgn ciri" kacamata tebal dan perut yg sgt buncit.
>
> Pengalaman buruk saya juga tidak mendapat resep melainkan obat"an tanpa merk dlm kantong plastik atau strip dan dituliskan etiket 3x1,dsb...
> Sekalian tanya utk para dokter dan rr milis , apakah dlm praktek spt itu dibenarkan dan bgmana menolak hal spt ini?
>
> Sejujurnya saya tidak pernah mau lagi konsul ke dokter ybs stlh kejadian itu tapi beberapa anggota keluarga msh kesana krn pertimbangan 'dekat rumah'...
> Mhon inputnya. Trims
>
>
> Best Regards,
> Fredy K
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
> -----Original Message-----
> From: Irene Barus-Henuhili <ijolicious@...>
> Sender: dokter_umum@yahoogroups.com
> Date: Thu, 4 Nov 2010 15:51:05
> To: <sehat@yahoogroups.com>; dokter_umum<dokter_umum@yahoogroups.com>
> Reply-To: dokter_umum@yahoogroups.com
> Subject: [Dokter Umum] sharing: dokter atau tukang jual obat?
>
> Dear Docs & rekan milis,
>
> Sekedar mau sharing unek2 saya saja atas kejadian kemarin.
> Kemarin sore saya dan suami antar karyawan kami yg sakit. Sebenarnya
> sakitnya sih ringan, yaitu pilek, namun karena hampir 2 minggu belum sembuh
> juga dan mengganggu kinerya ybs, maka kami inisiatif untuk bawa dia ke
> dokter. Saya sendiri baru 1 tahun tinggal di Pontianak dan tidak begitu tahu
> mengenai dokter umum yg bagus di sini. Atas info dari suami, akhirnya kami
> membawa karyawan ini sebut saja si A ke seorang dokter BS (inisialnya saja
> boleh?) yg katanya cukup senior (mungkin dilihat dari umurnya yg paruh
> baya).
>
> Begitu masuk ke ruangan dokter, saya cukup takjub melihat di ruang kerja
> dokter ada vas bunga, laptop, laci plastik, tv (yg sedang dinyalakan), vcd
> player, kipas angin padahal AC sudah berhembus cukup dingin, dan rak2 obat
> di sebelah meja dokter tersebut.
>
> Tanpa menanyakan keluhan, dokter menyuruh A untuk berbaring dan diperiksa.
> Sebelumnya saya menyuruh A untuk menceritakan sakitnya apa dan keluhannya
> apa saja. Setelah diperiksa, kemudian dokter mengatakan bahwa sebaiknya
> disuntik saja. Saya merasa aneh, kenapa dokter tidak mengatakan diagnosanya
> apa dan langsung memutuskan untuk memberikan suntikan. Saya tanya sama
> dokter, 'dok itu suntiknya untuk apa?' Kata dokter, 'untuk mencegah alergi.'
>
> Setelah selesai suntik, saya tanya sama dokter, 'dok bisakah kami minta obat
> generik?' Dan mau tau apa jawaban dokter? 'Ngapain kamu ke dokter swasta
> tapi minta obat generik? Kalau mau obat generik ya berobat sana di
> puskesmas. Kalau sudah tau mau berobat ke sini ya jangan minta obat
> generik'. Trus saya bilang 'Tapi kan obat generik ada juga yg bagus dok'.
> Lagi2 dokter mengeluarkan statement yg bikin saya kesel dan bener2 sebel,
> katanya 'Eh siapa bilang, coba aja kamu berobat ke puskesmas dan pake obat
> generik, ngga sembuh2. Ntar malah ke sini2 juga berobatnya'. Saat itu juga
> saya langsung hilang respect terhadap dokter yg ada di depan mata saya itu.
>
> Lalu tanpa memberikan resep, dokter itu memberikan obat2 dari lemari obat yg
> ada di sebelah mejanya, tidak tanggung2 yg diberikan 3 macam obat, salah
> satunya vitamin berlembar2 dengan pesan 'Ini diminum selama 1 bulan ya'.
> Astaga, dokter ini kok ya ngasi obat main sebanyak itu? Walaupun itu
> vitamin, tapi kalau tidak cocok dengan si A bagaimana? Total jenderal saya
> membayar 200rb ditambah hati keki karena omongan si dokter mengenai obat
> generik tadi. Saya sendiri tidak keberatan untuk mengeluarkan uang sebanyak
> itu untuk pengobatan karyawan kami, tapi yg bikin saya berat adalah omongan
> si dokter tadi. Apakah pantas dokter berkata seperti itu mengenai obat
> generik. Waktu papa saya dirawat di salah satu RS swasta di Jakarta, waktu
> kami nebus obat di bagian farmasi bisa kok minta yg versi generiknya. Memang
> tidak semua obat ada obat generiknya, tetapi ketika saya lihat 3 jenis obat
> yg diberikan ke si A, ternyata terdiri dari paracetamol 2 strip, amoxicillin
> 2 strip namun merknya saya tidak perhatikan dengan jelas dan vitamin yg
> berlembar2.
>
> Terus terang saya merasa sangat kecewa dengan dokter tersebut. Sudah
> dokternya tidak menanyakan keluhan pasien, tidak ada diagnosa apa2, main
> kasi obat banyak2. Salah ngga sih kalau saya merasa dokter ini tipe dokter
> yg hanya cari duit dari praktek & komisi perusahaan obat? Soalnya dokter ini
> ngga kasi resep, tapi dia sendiri yg langsung kasi obatnya. Bahkan di ruang
> tunggu, ada meja tempat asistennya meracik obat, sptnya untuk puyer dll.
>
> Email ini sekedar untuk sharing unek2 saya saja sekaligus mau tanya kalau
> ada yg tau dokter umum yg RUM di Pontianak, mohon infonya dijapri ke saya.
>
> Rgds,
> Irene Barus-Henuhili
>
> --
> In this hedonistic nutshell, do what feels good !
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Tidak ada komentar:
Posting Komentar