Google
 

24 Desember 2008

[Dokter Umum] Penggunaan antibiotika pada pasien anak

Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Anak


Antibiotika (AB) merupakan obat yang sangat berperan dalam memerangi infeksi
yang ditimbulkan oleh kuman.

Walaupun pemakaian AB yang baik berlaku untuk semua umur, AB untuk populasi
pediatrik perlu memperoleh perhatian khusus karena kecenderungan pemakaian
yang berlebihan. Klinik dokter anak dipenuhi dengan pasien anak yang hampir
setiap 1-3 minggu datang kembali dengan – kebanyakan - keluhan yang sama,
yaitu demam, batuk dan pilek.

Hal ini merupakan fenomen yang tidak terjadi di negara Barat. Anak kecil,
terutama bayi, membutuhkan pertumbuhan sehat tanpa AB bila memang tidak ada
kepastian infeksi kuman.

Yang lebih memprihatinkan lagi ialah bahwa populasi anak memang merupakan
golongan umur yang tidak mempunyai data tentang pemakaiannya, karena tidak /
jarang dilakukan uji klinik seperti terhadap orang dewasa. Dosis obatnya-pun
tidak dilakukan dose-ranging studies (studi penentuan dosis) yang cukup
komplex. Walaupun tidak ada peraturan yang tidak membolehkan penelitian pada
anak di seluruh dunia, perijinan obat pada anak jarang diberikan secara
khusus oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat, dan anehnya
tidak diminta oleh FDA sebagai syarat perijinan pemasaran. Hal ini berlaku
di seluruh dunia, seolah ada hambatan melakukan studi pada anak. Khusus di
Jepang wanita juga tidak boleh (dilarang) dipakai sebagai subyek percobaan
uji klinik. Hal ini menimbulkan tidak adanya data pada kedua jenis manusia
tentang pemakaian obat. Pada hal orang tua diminta juga datanya oleh FDA
bila diperlukan, karena mereka khusus bereaksi lain dibanding populasi muda.


Anak juga selalu dikatakan bahwa mereka bukan merupakan orang dewasa kecil,
dan memiliki sifat2 yang bisa sangat berbeda. Ini menyebabkan penentuan
dosis pada anak terjadi dengan perhitungan umur/12 atau berat badan /berat
badan dewasa kali dosis dewasa. Perhitungan empirik ini sering tidak bisa
diterapkan, karena berlaku bahwa 'anak bukan dewasa kecil'. Mereka berbeda
dalam banyak hal, seperti penyerapan usus, metabolisme obat, ekskresi obat,
dan juga kepekaan reseptor dalam tubuh. Obat, seperti oseltamivir (obat flu
burung), juga lebih mudah melewati sekat darah-otak (blood-brain barrier)
pada bayi, sehingga efek samping kematian bisa mengejutkan. Hasil penelitian
pada anak sulit diperoleh dan juga tidak mudah dilakukan, sehingga data
mengenai efektivitas, efek samping dan dosis, terutama tidak ada. Dokter
anak , anehnya, harus mengobati tanpa bukti (evidence), yang berbeda dengan
orang dewasa yang sering diteliti sangat jelimet dan menghabiskan biaya luar
biasa. Ini dapat dimengerti jika kita ketahui bahwa sebagian besar ini
dibiayai pabrik obat untuk obat2 yang banyak dipakai seperti obat darah
tinggi, diabetes, penyakit jantung, cancer, dsb. Penelitian yang mahal
sekalipun sering membawa keuntungan yang sangat banyak, bila memperoleh
hasil yang superior dibanding obat produksi lawannya. Satu-dua obat seperti
itu, yang disebut 'blockbuster' (sales lebih dari $ billions) sudah dapat
menutupi keuntungan untuk semua obat yang dimiliki pabrik.

Baru sejak akhir abad yang lalu dibuat undang-undang di Amerika Serikat yang
disebut Pediatric Exclusivity Right untuk 'anjuran' pabrik obat melakukan
uji klinik pada anak dengan 'upah eksklusif' memperoleh waktu hak paten
tambahan sepanjang ~ ½ tahun. Setelah peraturan ini sekitar 500 obat telah
dilakukan uji klinik baru/tambahan (terutama di Canada dan AS) untuk anak,
walaupun hanya diperlukan 1-2 uji klinik saja. Ini jelas tidak mencukupi
kebutuhan uji klinik untuk evaluasi obat yang baik. Semua ini membutuhkan
pekerjaan di bidang Pediatric Clinical Pharmacology yang pertama berkembang
terbaik di Canada di tahun 2000-an dan sebelumnya.

Di Asia dan Indonesia penelitian uji klinik untuk anak perlu sekali
dimajukan, karena banyak obat tidak jelas kegunaannya dan besar dosisnya.
Penentuan dosis obat-jadi (dewasa dan anak) dilakukan oleh industri yang
menyontek dari dosis anak di negara penemu obat, yang juga ditentukan tanpa
penelitian. Ini menyebabkan kita tidak pernah bisa menakar dosis pada anak
dengan benar. Misalnya saja, dosis untuk obat dasar yang banyak dipakai
pasien anak, seperti parasetamol.efedrin, CTM, atau kodein jelas terlalu
besar. Ini menyebabkan dokter yang sadar tentang overdose yang sebenarnya
terjadi di seluruh dunia perlu membuat resep racikan yang lebih sesuai. Bila
anak diberi parasetamol dan kemudian berkeringat banyak, ini tandanya dosis
terlalu besar, namun tidak semua kasus overdose bisa memiliki tanda seperti
ini.

Di negara maju, obat untuk anak hanya sedikit digunakan karena anak
sebenarnya merupakan mahluk yang jarang sakit, terutama bila diberi air susu
ibu cukup karena mengandung bahan2 imunitas tubuh secara alamiah. Walaupun
demikian pertumbuhan anak dihadang oleh berbagai penyakit yang belum
dimiliki daya imunitasnya, terutama virus. Namun penyakit virus seperti ini
sebagian besar tidak berbahaya karena sembuh sendiri, dan anak yang sehat
segera akan membuat zat anti (imunitas) yang tangguh. Jadi mengisolasi anak
di rumah saja tidaklah bijak, sebaliknya membawa anak bermain di mall
menimbulkan pemaparan terhadap jenis virus sangatlah banyak sekaligus.
Sekolahpun menimbulkan pemaparan yang sangat intens karena hubungan dengan
teman2 baru – yang sering menularkan virus lewat jalan pernapasan yang biasa
merupakan penyakit anak seperti cacar air, gondongan, measles, flu, dsb.
Setelah periode pertumbuhan di sekolah SD maka anak menjadi lebih tahan
terhadap penyakit virus. Pemaparan terhadap berbagai virus merupakan
'pembelajaran' sistem imun tubuh anak yang tidak bisa dihindarkan dan harus
terjadi dalam proses tumbuh kembang anak.

Dari data National Center for Health Statistics di AS (JAMA 1998) diperoleh
bahwa AB ialah obat yang paling sering dipakai untuk anak, yaitu 75% dari
semua kunjungan klinik (outpatient visits). Di Canada angka ini juga sebesar
74%. AB ini dipakai untuk 5 penyakit utama yaitu: otitis media, sinusitis,
bronchitis, pharyngitis, dan infeksi asluran napas atas non- spesifik
(virus). Data ini telah diperoleh sebelum 1998, karena semua penyakit di
atas sekarang telah dibuktikan dalam banyak uji klinik di banyak negara
bahwa AB sama hasilnya dengan plasebo, alias tidak efektif. Juga di negara
Barat sekarang pemakaian AB untuk ke-lima penyakit virus anak itu tidak
dipakai lagi karena evidence-nya sangat kuat. Namun, diperlukan obat2
simtomatik (mengurangkan gejala seperti pilek dan batuk, atau demam) untuk
mempercepat penyembuhan dan mengurangkan penderitaan, sambil istirahat.

Di Indonesia peresepan AB untuk penyakit2 virus masih marak (mungkin ± 90%),
menimbulkan terhambatnya pembentukan imunitas anak, (justru) memperpanjang
lamanya penyakit, membunuh kuman yang baik dalam tubuh (tanpa adanya kuman
yang jahat), efek samping AB bertambah banyak, menimbulkan resistensi kuman
terhadap AB yang merugikan seluruh masyarakat dan diri sendiri, kemungkinan
komplikasi lebih besar, dan kembalinya anak ke dokter lebih sering karena
terulang penyakitnya, serta menghabiskan biaya secara mubazir. Penyakit
virus tidak perlu diobati AB bila ditemukan tanpa komplikasi.

Antibiotik, misalnya amoksisilin juga tidak tepat untuk dipakai rutin
sebagai obat pencegah komplikasi karena komplikasi sangat jarang (mungkin ~
2 - 3 %) terjadi dan bila terjadi-pun antibiotiknya harus yang terpilih khas
dan khusus efektif untuk kuman yang akan menghinggapi, dan ini tidak bisa
diramalkan. Sebagai kesimpulan, AB untuk gondongan, measles, atau cacar air
dan 5 jenis penyakit virus yang disebut di atas sebaiknya tidak dipakai lagi
secara rutin oleh dokter kita dan masyarakat supaya tidak justru menagih
pada dokter yang akan mengobatinya.

Dr Iwan Darmansjah
Mantan Ketua Panitia Evaluasi Obat, Departemen Kesehatan

Sumber tulisan: http://www.iwandarmansjah.web.id/medical.php?id=309

Regards,

Dr.Lia Brasali Ariefano

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

[ Forum Kesehatan : http://www.medisiana.com ]Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/dokter_umum/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:dokter_umum-digest@yahoogroups.com
mailto:dokter_umum-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
dokter_umum-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: